Category: Sejarah Pemerintahan

Konflik Keluarga Kerajaan dan Pembuatan Silsilah atau Ranji

Sejak hari-hari pertama Era Reformasi, raja-raja mendapat tempat lagi di Indonesia umumnya dan di Sumatra Barat khususnya. Banyak raja yang dinobatkan atau banyak istana yang dibangun baru. Asosiasi-asosiasi raja juga bermunculan. Sayangnya, kebangkitan raja-raja ini – umumnya – juga diringi oleh perselisihan antarsesama angota keluarga mereka. Ada saling klaim dari anggota-anggota keluarga kerajaan tersebut, saling klaim tentang siapa yang paling berhak menyandang gelar raja, yang dipertuan, daulat, atau gelar-gelar lain yang mereka lekatkan atau dilekatkan pada mereka.

Menariknya, dalam proses saling klaim tersebut masing-masing pihak menghadirkan kisah sejarah, silsilah atau ranji mereka. Maka muncullah sejumlah rekonstruksi sejarah, silsilah atau ranji dari berbagai keluarga kerajaan tersebut.

Gejala seperti ini bukan saja muncul pada waktu belakangan, namun juga terjadi di masa lampau. Bisa dikatakan, konflik antarkerabat kerajaan atau kedatuan sangat lazim terjadi di masa silam. Bahkan hampir tidak ada kerajaan atau kedatuan yang tidak pernah mengalami konflik keluarga. Tidak jarang konflik itu berakhir dengan perang terbuka, saling bunuh atau mengadu atau minta bantuan pada pihak lain.

Mengadu atau minta bantuan kepada pihak asing nampaknya juga sudah sangat lazim di kalangan keluarga kerajaan. Pemerintah kolonial adalah salah satu pihak asing yang dimaksud. Di samping banyak akibat negatif, tentu ada aspek positifnya dari ‘kerja sama’ antara pihak kerajaan dengan pemerintah kolonial itu. Salah satu dampak positif yang dimaksud adalah tersimpannya arsip ‘kerja sama’ tersebut.

Ada banyak surat pengaduan atau permohonan bantuan dari keluaga kerajaan kepada pemerintah kolonial, termasuk kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda. Isi surat tersebut bermacam ragam, salah satu diantaranya adalah minta diakui atau diangkat sebagai raja. Tidak jarang, surat permohonan itu disertai dengan lampiran yang berisikan keterangan tentang lebih berhaknya  pihak yang meminta bantuan dibandingkan dengan pihak yang lain. Keterangan itu umumnya disajikan dalam kisah sejarah, silsilah atau ranji yang bersangkutan. Termasuk juga keterangan mengenai berbagai kekurangan, kesalahan atau perbuatan jahat yang dilakukan pihak lain terhadap yang membuat surat.

Dari segi sejarah, surat-surat yang dikirimkan kepada penguasa tertinggi Hindia Belanda itu sangat penting artinya. Dari surat itu kita bisa mengetahui banyak hal berkenaan dengan keluarga kerajaan, sejarah keluarga kerajaan, bahkan juga sejarah daerah (lokal) di mana kerajaan itu berada. Informasi ini sangat tinggi nilainya untuk merekonstruksi sejarah keluarga kerajaan tersebut khususnya sejarah lokal di mana kerajaan tersebut berada. Di samping itu, informasi ini juga sangat penting artinya bagi kalangan linguis untuk mengkaji berbagai hal yang berhubungan dengan gaya berbahasa, kaidah berbahasa, dlsb. dalam dunia tulis-menulis tempo doeloe.

Berikut ini adalah salah satu surat yang berisikan konflik antarkerabat kerajaan dan lampirannya berupa kisah sejarah serta silsilah atau ranji keturunan yang sangat kaya akan informasi historis dan aspek-aspek kebahasaan yang bisa dikaji lebih lanjut oleh sejarawan dan ahli bahasa.

Mengadab!

Kabawah dauli Seripadoeka jang mahamoelia

Toean Besar Gouverneur Generaal jang kapala kapala koeasa

mamarentahkan Nederland’s Hindia bertachta

die

      Buitenzorg

Dengan segala hormat di perhamba saorang melajoe nama Soetan Perhimpoenan gelar Toeankoe Besar soekoe Djambak kapala Laras Parit (Si Kabouw) afdeeling Ajer Bangis jang soedah pensioen; menjambahkan sapoetjoek rekest den 1 boeah soerat tambo katoeroenan kerdjaan Radja negri Parit, baserta mamoehoenkan permintaan kebawah talapakkan Seripedoeka jang mahamoelia Saperti perhamba terangkan di bawah ini; jaitoe kerdjaan Radja negri Parit itoe toeroen tamoeroen hingga sampei pada perhamba ini den djoea perhamba brenti di hoendi ganti perhamba anak perhamba nama Si Ketjik dapat besluit dari Toean Besar Padang; sebab itoe Si Ketjik misi ketjil lagi Datoek Gadang nama Si Samsan djadi wakilnja. Bersama ini perhamba perikatkan salinannja Soerat Bisluit anak perhamba nama Si Kitjik itoe. Djadi sekarang Dt. Gadang soedah berenti (oenslahe) maka nama anak perhamba itoe hilang sahadja; Dan naik kapala Laras Oedjoeng Gading mendjadi wakil Laras Parit, maka segala adat Radja negri Parit sekarang telah mati den hilang: Sabelah ijaáni: I. Kakoewasaän mangawinkan orang jang tidak berwali. Selama Radja Parit djoega jang mengawinkan sekarang I ambil koeasa sahadja oleh Toeankoe Laras Oedjoeng Gading. II. Di Gantinja Imam Chatib bilal pegawai ädat dengan tidak patoetnja. III. meengganti dan maängkat pengholoe ädat tidak jang patoet Gantinja. IV. Dihilangkannja ädat Radja dan orang jang mendirikan adat Radja dalam negri Parit.

Maka oleh sebab itoelah hati perhamba sangat hiba dan merasa; maka perhamba poehoenkan dengan limpah koernia jang mahamoelia Soepaja ädat Radja negri Parit itoe berdiri djoega separti biasanja dan boleh dipakai anak tjotjoe perhamba jang tidak merosakkan  dan jang tidak terlarang oleh oendang٢ kalau boleh di perhamba mintak jang mahamoelia menoeroenkan nikmat dan rachmat soepaja salah satoe daripada anak tjotjoe di perhamba di angkat mendjadi Radja ädat dalam negri Laras Parit (Si Kabauw) dengan sapotong soerat bantoean dari Gouvernement; den perhamba berharap dengan beriboe٢ pengharapan jang mahamoelia melajangkan sapotong soerat akan djadi pertoendjoek den pengadjar bagi di perhamba orang jang hina babal miskin ini demikianlah Seripadoeka jang mahamoelia Gouverneur Generaal lebih maaloem adanja.

Tertoelis I Loeboek Si Kaping pada 21 Maart 1904

Sambah Simpoeh dengan

beriboe-riboe hormat di perhamba

kapada Laras Pensioen Parit

(Si Kabauw) afdeeling Ajer Bangis

(Tanda tangan Soetan Parhimpoenan)

Bismillahirrah Manirrahim

Alhamdoelilla hilrazi, kamoedian dari itoe ijalah ini Soatoe Patsal djalan atzal katoeroenan orang Kaja Samsoediradja toeoren dari Minangkabau dari negri Batipoeh Baroeh, ialah orang Kaja Samsoediradja datang Dari Minang Karbai djalan dari Koempoellan bersama2 dengan datoek Besar djalan di Koempoellan, berbagilah Orang Kaja Samsoediradja dengan Datoek Basar2 djalan ka goenoeng serta dengan anak Kamanakannja sampei di Loeboek Si Kaping Orang Kaja Samsoediradja Menoedjoe katapi laoet laloe ka ladang Pandjang di sitoe laloe ka Kinali bermalam di Kinali ijalah pertoewa orang Kinali itoe bergalar Soetan Moeda maka bertanjalah Soetan Moeda dari Mana Radja datang handak kamana Radja berdjalan nangko? kato: orang Kajasamsoediradja kami nangko handak mantjari tanah nan lamboek padi mandjadi mantjari negri tampat diam nan kata Soetan Moeda kalau nan itoe nan Radja tjari baiklah djalan pasir laoet Radja toeroet. Pada pagi hari berdjalanlah Orang Kaja Samsoediradja bersama dengan pengiringnja ijalah Magat Maradja serta anak Kamanakannja dan ampang lima Sati serta anak bininja. Sampei poela di di negri Si Boelahan ijalah Radja dalam negri Si Boelahan itoe bergalar Soetan Ibrahim Sjah, Maka bermalamlah Orang kaja Samoediradja di roemah Soetan Ibhrahi Sjah. Maka bertanjalah Soetan Ibrahim Sjah, dari mana Radja datang? handak kamana Radja berdjalan nangko? nagkato Orang Kaja Samsoediradja kami nangko handak mantjari tanah nan laboek Padi mandjai mantjari negri tampat diam nan kato Sotan Ibrahim Sjah: Kalau itoe nan Radja tjari baeklah ka Moeara Si Kabauw Radja (laras Parit).-Disitoe negri nan lebar, ada orang diam di sitoe bergelar Datoek rang kaja Balai.- kalau Radja handak mantjari negri disitoelah negri nan lebar; dari tapi laut sampai di Goenoeng Mahalintan; maka malam itoe  dapatlah etongan. Pada pagi hari di hantarlah ole Soetan Ibrahim Sjah hingga kampong Panindjawan: ijalah kampong Bandaharo Radjo; maka di toendjoek oleh Soetoan Ibrahim Sahlah Goenoeng Si Kabauw laloe berbalik Soetan Ibrahim Sja. Orang Kaja  Samsoediradja laloe berdjalan sampai di Moara Si Kabauw, bertemoelah dengan Datoek rang kaja Balai nan kato Datoek rang kaja Balai dari mana Radja datang handak kamana Radja berdjalan nangko. nan kato Orang kaja Samsoediradja kami nagko datang dari Minang Kabau handak mantjari tanah nan lamboek padi mandjadi mantjari negri tampat diam: Maka djawab oleh Datoek rangkaja Balai kalau itoe nan Radja tjari hambak mintaklah Radja di siko lah kita diam karna hamba beloem beradja, kerna iko negri sampai lebar dari tapi laut sampai di Goenoeng Mahalintang boleh radja hamba Radjakan hambo djadi orang toewa ädat laloe di karang soempah dan satie baharoelah orang kaja balai djadi bandaharo:

Orang kaja Sasoediradja kardjaän. Hannjalah djabatan Datoek rang Kaja Balai mamegang Pajong Gadang (pajong kerdjaän);  Magat Maradja djadi ampat Soekoe ampang lima sati djadi doebalang djabatan ampat soekoe membawak toengkat dan mandjoendjoeng limau, ampang llima Sati padang dan badil (sinapang). Kamoedian baroelah di soesoek negri kotta tinggi, datanglah Kali Madjolelo dari Minang Karbau negri Soempoer mamboeat kampoeng di hilir Kotto tinggi itoe bergalar koto tinggi ketjil. Baharoelah mandjoedjoer Orang kaja Samsoediradja ka Mandahiling ketjil kasabadolok di ambil anak Matoea Radja Namora di bawak ka Kotta Tinggi. Tataplah kerdjaan Orang Kaja Samsoediradja dalam negri si Kabau kampoeng Kotta tinggi, masa Orang kaja Samsoediradja itoe datanglah orang Pati Boeboer mamarangi dalam parang itoe beloem lagi tantoe alah manangnja orang Kota tinggi Ketjil menoetoeh kandang kampongnja, maka datanglah orang Mandahiling, manolong parang itoe ijalah bergelar Radja Naääm, dan Radja Nalela: itoe parang alahlah Orang Pati Boeboer laloe lari poelang sampai di Pati Boeboer; baharoelah baralat mamotong karbou, Radja Naääm diangkat djadi basar nantoeanja, kali Madjolelo toeroen djadi indoek pangkatnja lingkoeng aur; Kamoedian dari itoe matilah Aorang kaja Samsoediradja tinggallah anak djoendjoengannja tiga orang nan toeanja djadi kerdjaan manggantikan bapaknja ijalah bergalar orang kaja Radja Gagar nan parampoean bernama Potri Tangah jang bongsoe bergalar Chatib Katjil, Baharoelah pindah orang kaja Gagar mamboeat negri ka Goenoeng bernama kampoeng Goenoeng masa itoelah datang Radja na Chalat dari Moeko2 handak soemando kapada Putri Tangah laloe berkawinlah Putri Tangah dengan Radja Naclat itoe, masa itoe orang kaja Gagar djadi kerdjaan di kampoeng Goenoeng, datanglah Soetan Madjolelo dari Singkoewang membawak anak kamanakannja maka bertanjalah Soetan Madjolelo, Radja apa soekoe? nan kato Orang Kaja Radja Gagar kami soekoe Djambak toeroen dari Minang karbou batipoeh Baroeh nan kato Soetan Madjoleli kami nangko datang dari Singkoewang mambawek aer Satjoemaning tanah nan sakapal telah ada doea tiga negri kami masoekki di tahil tanah dan aer jang kami kawak dengan tanah dan aer jang di tapati barat djoega tanah dan aer jang kami bawak dari Singkoewang dan itoelah kami mintak kapada Radja kalau boleh ditail tanah den aer jang kami bawak dari singkoewang dengan tanah negri ini kata orang  kaja Gagar baeklah, maka di tail lah tanah den aer dari Singkoewang itoe dengan tanag den aer di negri Si Kabau itoe ijalah sama barat tidak berkoerang berlabih, djadi Soetan Madjolelo tinggallah di bawah parentah Orang kaja Radja Gagar mendjadi Basar ijalah anak bergombak oleh orang kaja Radja Gagar baroe diboeawat Soempah dan Satie oleh Orag kaja Gagar den Soetan Madjolelo.

Ijalah titah Orang Kaja Radja Gagar kapada Datoek Gadang anak datoek Rangkaja Balai adapoen itoe Radja Naääm anak toewa kapada kami den Soetan Madjolelo anak bergombak datoek Gadang djadi Bandaharo Magat Maradjo djadi ampat soekoe Oedjong lida, ampang lima Sati djadi doebalang; Kali Madjolelo Indoek Soekoe kalau ada bekardja Sapandjang ädat Maängkat Radjo: Radjo Naääm mangoegoeh agong Datoek Gadang manjaboet nama mahimbau kan galar Soetan Madjolelo kapada Sambah ampat Soekoe mamangkoe radjo ampang lima Sati mamegang padang manoeroet Kali Madjolelo manjambah bersama2 dengan Soetan Madjolelo; Kamoedian beroelah manjambah sakalian raäajat damikianlah adart kerdjaän Orang kaja Radjo Gagar di Goenoeng kamoedian dari itoe ijalah kerdjaän dig anti oleh adiknja Chatib katjil, maka di alihnja negri di kampoeng kadjai Soedaranja Putri Tangah pindah katangah Padang; Chatib katjil itoe orang akajo kampoeng kadjai (Orang kajo Samsoediradja) Kamoedian matilah kajo di kampoeng kadjai, naik kerdjaanlah Orang kajo Tangah Padang anak Potri tangah bergalar orang kajo Radjo Bagindo, Pada masa orang kaja Radja Bagindo inilah orang banjak datang.-

Adapoen Orang kaja Radja Baginda itoe tidak dianja berbini hannjalah bergoendik doea orang saorang orang Oedjoeng Gading den saorang orang Tampoes; Goendiknja orang Oedjoeng Gading itoe beranak saorang laki2 dengan Tampoes itoe beranak doea orang, saorang laki2 dan saorang perampoean dan anak orang kaja Tengah dengan orang Oedjoeng gading itoe di nikahkannja dengan kamanakannja Soedara Orang kaja di kota Radja, mati orang kaja Radja Baginda, naiek kerdjaänlah Orang kaja Samsoediradja di Kota Radja, laloe di soeroehnjalah Iparnja serta soedaranja Parampeoan, mamoedikkan batang Soengai Kalam, mentjari Tambang amas sampai di Ampaloe laloe diparboeat kampoeng Ampaloe ditjari Bandar Tambang ijalah kapala aernja batang Simpang kanan. Kamoedian mati Orang kaja Kota Radja itoe, naik kerdjaänlah Orang kaja Radja Gagar anak orang kaja Tangah Padang manggantikan Iparnja, maka tataplah negri di ampaloe terboekalah Tambang Gadang, mati orang kaja Radja Gagar ijalah jang di galar orang kaja di bawah Sarik kerdjaännja digantikan oleh adiknja bergelar Orang kaja Atas Lawas karna anak Orang kaja Radja Gagar lagi ketjil soedah diberi galar Orang kaja Samsoediradja dan orang kaja Atas Lawas diamnja poen di Atas Lawas, tetapi kerdjaännja di Ampaloe djoega tidak berapa lama orang kaja Atas Lawas kerdjaän matilah dianja, maka kerdjaanja diganti oleh Orang kaja Samsoediradja anak orang kaja Radja Gagar, jang di galar Orang kaja di bawah kijau masa Orang kaja Samsoe di Radja itoelah berdiri kampoeng Loeboek Gadang den kam: Simpang den kam. Aer kamoeming den kam Danau di bari pangkat pada orang Danau bergalar Radja Sampono den sakalian orang di oeloe saperti Lapoe den Pagambiran den Oloe Lapoe den Tambang Padang. Kamoedian matilah Orang kaja Samsoediradja digalar orang dianja Orang kaja di bawah kijau kerna koeboernja di bawah kijau, kerdjaannja di ganti Orang kaja Saroeng Besar, kerdjaannja diganti oleh kamanakannja bergalar Orang kaja Radja Gagar2 masa itoe negri sangat soesah kerna banjak parang djangak den tjoeri maling poen djadi.

Kamoedian mati Orang kaja Radja Gagar (bapak sako) itoe kerdjaannja diganti oleh Toeankoe Basar aer batoe, masa itoe didirikan kamp. djoewäl den kamp. Bandar den Limau Soendai den kamp. menganang (Batang Lapoe). Kamoedian dari itoe maka datang lah kampani Inggris memarangi kamp. aerbatoe tiga moesim lamanja. Baharoe lah beroetjap (berdamai) maka di kasi kampani Inggris Toewankoe Basar Ajerbatoe satoe Marijam basi den dapat gadji sapoeloe rijal satoe boelan, tidak berapa lamanja kira2 ada anam boelan atau todjoeh moesim bertoekarlah kampani Inggris dengan kampoani belanda, dalam itoe datanglah parentah Bondjol ijaitoe Toewankoe Imam. Maka Toeankoe Basar Ajer Batoe poen soeroeh boenoehnja sakalian Radja jang gagah2 habih diboenoeh oleh Bondjol. Kamoedian kira2 ada doewa belas moesim baharoelah masoek kampani balanda menolong negri Parit mentjari kaadilan mandirikan ädat den limbago maka sampeilah kampani belanda dalam negri Parit di pareltainjalah anak tjoetjoe Orang kaja Samsoediradja jang akan diangkat kerdjaän di dalam laras Si Kabau; Maka dapatlah Soetan Chalipah ijalah di angkat djadi Radja kerna Soetan Chalipah itoe anak Poetri Seri Banoen itoe adiknja bernama Potri Seri Banoewa anaknja 2 orang, Soetan kanaikan den Soetan Azal. anak Potri Seri Banoen 2 orang, Soetan Chalipah den Radja Bagindo itoelah kemenakan Toeankoe Basar jang diboenoeh orang Bondjol, di angkat kampanilah Soetan Chalipah djadi Radja dalam laras Si Kabau kampoen Parit begalar Toeankoe Batoe, den laloe di bawak kampani mamarangi Biondjol, serta skalian hamba rajat dalam laras Parit, Soedah kalah Bondjol baharoe poelan ka Parit tatablah kerdjaan Toeankoe Basar Soetan Chalipah. Kamoedian datanglah orang Bondjol berdjangak ka negri Pasaman, maka jang di Pertoean mintak tolong sama Gouvernement, maka Toeankoe Basar Soetan Chalipah  di bawak poela oleh Gouvenement berdjago dalam negri Pasaman di bawak lagi sampei di Rau sampei di Loeboek I Kaping kamoedian poelang di Parit.

            Adapoen Soetan Chalipah tidak ada soedaranja perampoean: Moepakatlah dianja ampat, Soetan Chalipah Soetan kanaikan den Radja Azal den Radja Baginda; den mandjoedjoerlah Radja Baginda di ambil perampoean anak Radjo Perlagoetan kampoeng Si Poerwak bergaar Potri Seri negri ijalah beranak 2 orang jang toewa bernama Soetan Perhimpoenan jang  bongso bernama Potri Maligai, maka mintak berantilah Toeankoe Soetan Chalipah, moefakatlah negri mentjarikan gantinja kerna Toeankoe Basar Soetan Chalipah handak pergi ka Mekah ijalah adiknja Radja Baginda djadi ganti kerdjaän Toeankoe Basar, den digalar Toeankoe Basar Radja Baginda, laloe di kasi Goevernement belanda Besluit (Soerat angkatan). Tatablah Toeankoe Basar Radja Baginda mamegang parentah negri Si Kabau di kampoeng Parit Selamat baik sadja tidak soeatoe apa jang salah, maka Toeankoe Basar Radja Baginda handak pergi ka Mekah maka Toeankoe Basar Radja Baginda mintak berrenti dengan baek, djadi gantinja Toeankoe Basar Radja Azal; kira2 7 moesim Radja Azal dianja mintak beranti; gantinja sajalah Soetan Perhimpoenan anak djoedjoeran Radja Baginda itoe, kerna saja Soetan Perhimpoenan beloem sampai oemoer Datoek Gadang Si Badoeakin djadi wakil masa itoe habis binasalah negri Parit kerna Dt G. itoe tidak tahoe mamarentah kamp.2 jang djaoeh dari laboeh di Pindahkan den mintak Oepah sama toean Asistent 2 orang satoe nama Si Karim satoe nama Si Pindah itoe kamp.2 di bakar: 1. kamp. Pagambiran 2 kamp. T. Padang 3. Oeloe lapoe 4. aer Basoeng 5. kamp. Djoeal 6Poelau aer 7. Kota Radjo; Kamoedian Toeankoe Basar Radja Baginda Poelang dari Makah, pergi mengadab toean Asistent Resident Panderpeld: mengatakan negri roepanja akan roesak anak hamba Soetan Perhimponean beloem sampai oemoer, kata itoe toean baek Toeankoe Hadji dahoeloe malakoekan pakerdjaän samantara Soetan Perhimpoenan beloem besar. Ada kira 4 tahoen di belakang itoe, maka naik kerdjaan den mamarentahlah hamba dengan Besluit dari Gouvernement, dari Moeda sampei toewa melakoekan panitahan Gouvernement sampei sekarang hamba dapat pensioen dari Gouvernement f. 12-50 saboelan, lamanja pegang pakerdjaan itoe + 27 tahoen, den datanglah  Kontroleur Ajer Bangis van Haster, Rapat sakalian Penghoeloe2 Indoek soekoe Imam chatib orang2 bangsawan di laras Parit, mamilih waris hamba akan ganti hamba ijaäni anak djodjoeran hamba jang solong rnama Zeifoedin gelar Orang kaja Samsoe diradja soedah pintar sikola den patoet akal den boedinja boeat djadi toeankoe laras; Satoe lagi nama Si Ketjiek lagi ketjil dalam sikola: djadi di hoendi 11 orang penghoeloe2 mintak Zeifoedin den 8 orang mintak Siketjek, den ditoelis toean Kontroleur dalam Soerat hoendian laloe toean Kontroleur pergi ka Oedjoeng Gading. Bagimana den apa sebabnja? Saja tidak tahoe lagi. Sakoenjoeng2 datang Besluit dari Padang Si Ketjek jang terpilih djadi ganti Toeankoe Laras, Si Samsam galar Dt Gadang djadi Wakil si Ketjek, Kamoedian saja mintak sama toean Kontroleur Besluit Si Ketjek Bagima Besluit Dt. Gadang djoewa, den kata toean Kontroleur djikalau Dt Gadang tjilak Si ketjek tidak toeroet. Dan moela2 itoe gadji diberi Dt Gadang sama Si Ketjek f. 10. saboelan, ada kira 3 boelan. Soedah itoe tidak Si Ketjek dapat lagi.- den Dt Gadang sekarang soeda beranti (tjilaka) den itoe pangkat di wakil kan Gouvernement kapada Toeankoe Laras Oedjoeng Gading, roepa2 nja Hilang sadja nama Si Ketjek itoe, den saperti lah hilang dengan adat limbago kerdjaan anak tjoetjoe Orang kaja Samsoediradja Radja negri Si Kabau laras Parit.

            Sabelah ada katarangan dari toeroen toemoeroenm, den katerangan anak djoedjoehan hamba.

Adapoen anak djoedjoeran hamba jang laki2 1. Zeepoedin 2. Si Ketjek.

Itoe Zeefoeding sekarang di Loeboek Si Kaping Se ketjek di Padang.

Perampoean 1 Siti Navoeri 2 Siti Nanggonden Ganto Sari 3. Siti Talang Panilo dan anak2nja 3 orang laki2 1. Darman Sjah.

            Dengan limpah kornia daulat Gouvernement akan mendjadikan den mendirikan salah satoe waris saja ini soepaja adat den kerdjaan itoe djangan hilang. saja harap dengan Bisluit dari Gouvernement djoewa mengapit sakalian adat2 kerdjaan itoe soepaja berdiri dengan santosanja taoesah dengan bergadji.

Damikian Seripadoeka Gouverneur Generaal adanja.

                                    Parit Ajer Bangis Padangsche Bendenlanden pada 22/8 1903.

Dengan segala Hormat.

(tanda tangan)

Soetan Perhimpoenan

Inilah galar orang2 djadi Radja toeroen toemoeroen waris djowa di dalam negri Parit

  1. Orang Kaja Sjamsoediradja.
  2. Orang  -,,- Gagar
  3. Chatib ketjil
  4. Orang Kaja Tangah Padang
  5.   -,,-     -,,-   Kota Radja
  6.   -,,-     -,,-   di Bawah Sarik
  7.   -,,-     -,,-   Atas Lawas
  8.   -,,-     -,,-   di bawah Kijau
  9.   -,,-     -,,-   Saroeng Besar
  10.   -,,-     -,,-   bapak Sako
  11.   -,,-     -,,-   Toeankoe Basar di antak Orang Bondjol
  12. Soetan Chalipah angkatan Gouvernement kompani
  13. Radja Baginda Besluit dari Gouvernement
  14. Radja Azal       idem     Gadji f. 50 saboelan
  15. Saja Soetan Perhimpoenan        idem          sekarang pensioen f. 12,50 saboelan.

Perang Padri dan Pemerintahan Daerah Sumatra Barat

Perang Padri mempunyai arti yang penting bagi terbentuknya pemerintahan Sumatra Barat. Tidak hanya berperan dalam proses pembentukannya, Perang Padri menjadi iven historis yang penting bagi perluasan wilayah administratif, serta perluasan struktur dan aparatur pemerintahan Sumatra Barat. Perang Padri adalah salah satu dari sedikit perang di Indonesia yang diiringi dengan sangat banyak perubahan dalam berbagai komponen pemerintahan daerah di mana perang itu berlangsung.

Pada saat pemerintah Hindia Belanda mulai berkuasa tahun 1819, unit administratif yang ada di daerah ini dinamakan Residentie Padang. Unit administratif ini dipimpin oleh seorang Resident yang dibantu oleh seorang Asisten Residen, yang sekaligus berperan sebagai juru tulis. Wilayah yang menjadi bagiannya hanya mencakup kawasan sekitar Padang, Pariaman, Pulau Cingkuak, dan Air Haji. Aparatur pemerintahannya sangat terbatas karena wilayahnya juga terbatas.

Lukisan Tuanku Imam Bonjol sebagaimana dilampirkan dalam buku H.J.J.L. de Stuers, Vestiging en Uitbreiding der Nederlanders ter Westkust van Sumatra (Vol. II). (1850).

Luas wilayah seperti ini berlangsung selama tiga tahun. Tahun 1823 ada perubahan, dan perubahan itu berhubungan secara langsung dengan Perang Padri. Perubahan tersebut merupakan perubahan nama, luas wilayah, dan perubahan aparaturnya yang mulai melibatkan pejabat Urang Awak, serta pembentukan pemerintahahan bumiputra (Inlandsche Bestuur) di samping pejabat dan pemerintahan Eropa (Europesche Bestuur).

Melalui perubahan yang diundangkan bulan April 1823 nama Keresidenan diganti menjadi Residentie Padang en Onderhoorigheden (Keresidenan Padang dan Daerah-daerah Taklukannya). Dari namanya terlihat, bahwa wilayah yang menjadi bagian dari unit administratif ini telah diperluas dengan kawasan-kawasan yang telah dikuasai (ditaklukkan) oleh Padang sebagai pusat pemerintahan (melalui aksi militer). Di samping empat daerah yang telah disebut sebelumnya, wilayah Residentie Padang en Onderhoorigheden juga mencakup Kawasan sekitar Tanah Datar, Tanah Datar Di Bawah (Lintau dan Sekitarnya), Agam dan Limapuluh Kota. Tiga yang disebut terakhir belum sepenuhnya dikuasai oleh Belanda.

Mengapa Tanah Datar yang seutuhnya menjadi bagian dari keresidenan itu?  Apa hubungannya dengan Perang Padri?

Perang Padri pada awalnya adalah perang antara Belanda yang didukung oleh sejumlah orang Minang dalam menghadapi kaum Padri. Keadaan seperti ini berlangsung hingga tahun 1833, karena sejak tahun 1833 itu Perang Padri telah berubah menjadi perang antara Belanda dengan orang Minang secara keseluruhan.

Perang Padri bermula dari adanya permintaan bantuan kepada Belanda oleh wakil-wakil Kerajaaan Pagaruyung dan Suruaso dalam memerangi kaum Perang Padri. Permintaan bantuan itu diperkuat dengan adanya Perjanjian 10 Februari 1821 antara wakil pemerintah Belanda di Padang (Residen du Puys) dengan wakil-wakil Kerajaaan Pagaruyung (Daulat Yang Dipertuan Sutan Alam Bagagar), dan Saruaso (Jang dipertuan Radja Tangsir Alam dan Jang Dipertuan Sutan Kerajaan Alam), serta sejumlah penghulu dari Tanah Datar, yang salah satu isinya adalah para pemuka masyarakat dan rakyat yang menandatangani perjanjian itu akan membantu Belanda mengempur kaum Padri.

Menurut Kielstra, pada awal-awal perang Belanda menghadapi Padri mendapat bantuan sekitar 5.000 hingga 6.000 ‘gewapene Maleier”, anak-kemenakan para penghulu yang telah menyatakan kesetiaannya kepada Belanda. Sebagian besar “tentara lokal” ini berasal dari Batipuh, Singkarak, Saningkabakar, Bungo Tanjung, Pitalah, Tanjuang Barulak, Batusangkar, Sumpur, Malalo, Sambilan Koto dan Simawang. Mereka adalah anak-kemenakan dari para penghulu yang ikut menandatangai Perjanjian 10 Februari 1821.

Nagari-nagari inilah sesungguhnya yang dikatakan Tanah Datar yang menjadi bagian dari Keresidenan Padang dan Daerah-Daerah Taklukkannya itu. Itulah sebabnya mengapa hanya daerah Tanah Datar yang seutuhnya menjadi bagian dari wilayah keresiden yang baru dibentuk tahun 182 itu.

Hubungan antara Perang Padri dengan pemerintahan daerah juga terlihat dari dibentuknya dua daerah administratif setingkat District, yaitu District Padang dengan ibu kotanya Padang dan District Minangkabau dengan ibu kotanya Fort van der Capellen, yang masing-masing dipimpin oleh Asisten Residen. District Minangkabau mencakup semua daerah pedalaman yang disebut di atas, walaupun kekuasaan efektif administratifnya hanya di kawasan Tanah Datar semata.

Di samping District, juga dibentuk unit administratif yang dinamakan Hoodfdafdeeling. Ada dua Hoofdafdeeling yang dibentuk, yaitu Hoofdafdeeling Padang dan Hoofdafdeeling Minangkabau. Unit ini dikepalai oleh Hoofdregent. Berbeda dengan Asisten Residen yang merupakan orang Belanda, maka Hoofdregent dijabat oleh orang orang Minang. Hoofdregent Minangkabau diberikan kepada Sutan Alam Bagagar. Pengangkatannya sebagai pejabat tertinggi dalam barisan pemerintahan bumiputra ini sekaligus membuktikan adanya hubungan Perang Padri dengan pembentukan dan keberadaan pemerintah daerah. Seperti disebut di atas, Sutan Alam Bagagarsyah adalah satu penanda tangan Perjanjian 10 Februari 1821.

Kaitan antara Perang Padri dengan pemerintah daerah (terutama pada aparaturnya) juga terlihat dari pembentukan unit administratif Bumiputra setingkat Regentschap (Keregenan) yang dikepalai oleh Regen, Kelarasan yang dikepalai oleh Kepala Laras, dan Kenagarian yang dikepalai oleh Kepala Nagari. Para pejabat yang mengepalai unit-unit pemerintahan ini umumnya adalah para penghulun yang ikut menandatangani Perjanjian 10 Februari 1821 atau yang berperan aktif dalam membantu Belanda memerangi kaum Padri.

H.J.J.L. de Stuers, Residen Sipil dan Militer Padang dan Daerah Taklukannya yang memilih politik berdamai dengan Padri (untuk sementara waktu), selama Perang Diponegoro.

Tahun 1825, ketika jabatan Residen Sipil dan Militer dipegang H.J.J.L de Stuers, ada perubahan luas wilayah dan perombakan unit-unit administratif di daerah ini. Di samping Tanah Datar, Agam dan Limapuluh Kota, wilayah pemerintahan Residentie Padang en Onderhoorigheden diperluas hingga Barus di utara sampai Indrapura di selatan. Unit administratif Europesche Bestuut setingkat District ditiadakan dan diganti dengan Adeeling yang dikepalai oleh Asisten Residen. Ada tiga Afdeeling saat itu, yaitu:

Pertama, Zuidelijke Afdeeling (Afdeeling Selatan) yang meli­puti kawasan mulai dari Ujung Masang hingga Indra­pura. Ibu kotanya Padang

Kedua, Afdeeling Padangsche Bovenlanden (Afdeeling Da­rek) yang mencakup kawasan Tanah Datar, Agam dan Lima Puluh Kota. Ibu kota Afdeeling ini adalah Fort van der Capellen.

Ketiga, Noordelijke Afdeeling (Afdeeling Utara), yang me­liputi kawasan mulai dari Ujung Masang hingga Barus. Ibu kota dari Afdeeling ini adalah Tapanuli (Pulau Poncan).

Kecuali Padang, Pariaman, Pulau Cingkuak, Air Haji, dan Tanah Datar, hampir kesemua daerah lainnya, yang dikatakan sebagai bagian dari Keresidenan Padang dan Daerah-daerah Taklukannya ini masih belum dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah Belanda. Perluasan wilayah ini lebih disebabkan oleh keputusan politik tingkat ‘nasional’ atau ‘internasional’, yaitu diserahkannya daerah-deaerah yang sebelumnya dikuasai Inggris kepada Belanda sebagai Realisasi dari Londonsche Tractaat (1824).

Sesuatu yang menarik, dan itu ada hubungannya dengan Perang Padri adalah dibentuknya tiga jabatan Komandan Sipil Militer untuk Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan ketiga mereka diperbantukan kepada Asisten Residen Padang Darek. Ketiga Komandan Sipil dan Militer tersebut ditem­patkan di Agam, Simawang dan Pa­dang Gan­ting. Pen­ciptaan jabatan komandan sipil militer di tiga lokasi tersebut ber­kaitan erat de­ngan rumitnya tugas Asisten Residen Padang Darek akibat makin berkecamuknya Perang Paderi di kawasan pedalaman. Pengangkatan para pejabat tersebut memang ditujukan untuk memimpin dan memenangkan perang melawan kaum Padri.

Tahun 1826, masih oleh de Stuers, diadakan lagi perubahan dalam tata pemerintahan di daerah ini. Tahun itu Keresidenan Padang dan Daerah-Daerah Taklukannya dibagi menjadi empat Afdeeling, yaitu:

Pertama, Afdeeling Padangsche Benedenlanden yang meliputi kawas­an pantai, mulai dari Tiku hingga Tarusan dan ke arah daratan dinyatakan berbatas dengan kaki-kaki perbukitan.

Kedua, Afdeeling Padangsche Bovenlanden meliputi kawas­an pedalaman Sumatera Barat. Batas-batas Afdeeling ini antara lain: Sebelah utara berbatas dengan de­ngan Bonjol dan Agam, ke arah timur berbatas de­ngan Li­ma­puluh Kota dan Lintau, ke arah selatan ber­batas dengan Talawi dan ke arah barat dengan Bukit Baris­an.

Ketiga, Zuidelijke Afdeeling yang mencakup kawasan mulai dari Tarusan hingga Indrapura. Ke dalam Afdeeling ini juga dimasukkan Onderafdeeling der Eilanden, yaitu unit administratif yang baru dibentuk untuk meng­urus pulau-pulau yang terdapat di kawasan ba­rat Sumatera Barat. Pulau Batu dianggap seba­gai pulau utama sehingga di sana ditempatkan se­orang Gezag­hebber untuk On­der­­afdeeling ini.

Keempat, Noordelije Afdeeling, yang mencakup kawasan dari Ba­rus hingga Ujung Masang. Afdeeling ini dibagi la­gi menjadi empat Onderafdeelingen, yaitu: a). Barus; b). Tapanuli; c). Natal; d). Air Bangis.

Di samping berkaitan dengan pengembalian Pantai Barat oleh Inggris, perubahan pemerintahan daerah tahun 1826 itu juga berhubungan dengan gerak maju pasukan Belanda dalam perang melawan kaum Padri di daerah pedalaman. Wilayah yang dikuasai Belanda semakin luas, dan sebagian besar Agam serta Limapuluh Kota sudah mereka masuki.

Pada saat tentara Belanda semakin banyak meraih kemenangan di kawasan darek, meletus Perang Jawa. Batavia memutuskan untuk mengonsentrasikan kekuatannya guna mengakhiri perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro tersebut. Karena itu, sebagian besar tentara yang tengah berperang melawan Padri ditarik ke Pulau Jawa. Selama Perang Diponegoro berlangsung (1825-1830) nyaris tidak ada perang di Ranah Minang. De Stuers mengambil kebijakan berdamai dengan para petinggi Padri sehingga pada kurun waktu itu banyak dibuat perjanjian damai dengan kaum Padri. Kebijakan de Stuers ini juga dilanjutkan oleh penggantinya Mac Gilavry dan Elout.

Sikap politik seperti ini menyebabkan nyaris tidak ada perubahan dalam pemerintahan daerah, terutama pada jajaran Europesche Bestuur. Sebaliknya, ada perubahan yang cukup signfikan dalam barisan Inlandsche Bestuur. Posisi Sutan Alam Bagagarsyah sebagai Hoofdregent diturunkan menjadi Regen biasa. De Stuers juga memperbanyak jumlah Keregenanan, Kelarasan, dan Nagari. Belum diketahui jumlah pasti masing-masing unit pemerintah ini saat itu, tetapi menurut Westenenk ada sebanyak 17 Keregenan, dan menurut de Stuers ada 42 Kelarasan dan 80 Nagari yang diciptakan saat itu.

Penciptaan Nagari adalah sebuah fenomenan baru pada era pemerintahan de Stuers. Dalam laporan tahunannnya de Stuers menyebut bahwa dia merencanakan untuk membentuk 100 Nagari baru guna mendukung pemerintahannya. Namun yang terealisir hanya 80-an buah.

Berbeda dengan Nagari, yang sebetulnya telah merupakan unit sosial-politik ‘asli’ milik Minangkabau, Kelarasan dan Keregenan adalah bentuk baru di daerah ini. Unit-unit administratif ini memang diciptakan oleh Belanda untuk mendukung mesin kekuasaannya. Para pejabat Kepala Nagari, Kepala Laras, Regen atau juga Hoofdregent diangkat dan digaji oleh pemerintah. Sebagai konsekuensinya, mereka mesti patuh dan mengabdi kepada pemerintah.

Pada era pemerintahannya, de Stuers memang lebih banyak mengutak-atik pemerintah Inlandsche Bestuur yang umumnya para penghulu yang telah menyatakan takluk dan setia kepada pemerintah. Kelompok-kelompok inilah yang sesungguhnya berada dalam kendali serta kekuasaannya. Sebaliknya, seperti yang disebut di atas, de Stuers memilih politik ‘berdamai’ dengan kaum Padri. Keadaan seperti ini berlangsung sekitar tujuh tahun. Ketentuan seperti ini adalah salah satu penyebab mulai jauhnya jarak antara kepala-kepala penduduk bumiputra (Inlandsche Hoofden) dengan warganya, khususnya jarak antara Kepala Nagari dengan warga nagari.

Setelah Perang Diponegoro usai dan bala tentara Belanda dikirim kembali ke daerah ini, Belanda meninggalkan politik berdamai dengan Padri. Belanda yang semakin percaya diri seusai memenangkan perang melawan Diponegoro dengan segera meningkatkan tekanan serangan terhadap Padri. Dengan dukungan tentara serta peralatan tempur yang semakin lengkap, dan persediaan logistik yang memadai, Belanda meraih kemenangan demi kemenanganpada berbagai medan laga. Pada saat itulah dirasaka adanya kebutuhan terhadap aparatur dan struktur pemerintahan daerah yang lebih sempurna lagi. Maka tahun 1833 diadakankan perubahan tatata pemerintah daerah.

Perubahan, terutama sekali dilakukan pada penamaan Afdeling dan daerah-daerah yang menjadi bagian dari Afdeeling tersebut. Nama-nama Afdeeling dan daerah-daerah yang menjadi bagiannya adalah:

Pertama, Afdeeling Padang en Onderhoorigheden yang meli­puti kawasan sekitar Padang hingga Indrapura di se­la­tan. Afdeeling ini berada di bawah pimpinan se­orang Asisten Residen.

Kedua, Afdeeling Pariaman yang meliputi daerah-daerah Paria­man, Tiku, Danau, XII Koto Darek, Bonjol, Lubuk Sikaping serta Rao. Afdeeling ini ber­ada di bawah pimpinan seorang Komandan Sipil dan Militer.

Ketiga, Afdeeling Padangsche Bovenlanden yang meliputi dae­rah Agam, Limapuluh Kota, Buo dan XX Koto. Pim­pinan tertinggi dari Afdeeling ini adalah seorang Komandan Si­pil dan Militer.

Keempat, Afdeeling Natal en Onderhorigheden (termasuk Tapa­nuli) di bawah pimpinan seorang Penguasa Sipil dan Militer.

Kaitan antara penataan pemerintahan daerah dengan Perang Padri, terutama sekali terlihat dari perluasan wilayah yang menjadi bagian dari Afdeeling Pariaman. Ke dalam unit administratif ini dimasukkan Bonjol, Lubuk Sikaping serta Rao yang menjadi pusat perlawanan Padri sejak awal tahun 1830-an. Sedangkan Paria­man, Tiku, Danau, dan XII Koto Darek dijadikan sebagai bagian dari unit administratif ini karena daerah-daerah tersebut akan dimanfaatkan sebagai kawasan untuk mendukung mobilitas pasukan (tentara dan logistik) guna menggempur Padri di kawasan Bonjol, Lubuk Sikaping dan Rao.

Sejak awal 1830-an konsentrasi perlawanan Padri memang berada di kawasan utara. Bonjol yang kemudian dinamakan oleh Belanda sebagai Fort Cochius menjadi benteng terakhir perlawanan Padri. Karena itu, dikuasainya Bonjol atau ditangkapnya Tuanku Imam Bonjol tanggal 16 Agustus 1837 dianggap sebagai akhir dari Perang Padri oleh penulis kolonial.

Segera setelah itu (29 November 1837) pemerintah kolonial melakukan perubahan dalam tatanan pemerintahan daerah. Status daerah ditingkatkan menjadi Gouvernement, dan dinamakan Gouvernement Sumatra’s Westkust. Ini adalah satu-satunya daerah administratif setingkat Gouvernement di Sumatra saat itu. Pemimpinannya digelari Civiele en Militaire Gouverneur (Gubernur Sipil dan Militer). Pada unit administratif ini ada dua Residentie, yang dibagi lagi menjadi beberapa Afdeelingen. Nama-nama lengkap unit-unit administratif itu adalah:

I. Residentie van Padang dibagi ke dalam lima Afdeelingen. Kelima Afdeelingen itu terdiri dari:

Pertama, Afdeeling van Padang (tempat kedudukan Residen) meli­puti daerah Padang, Nanggalo, XX Koto, Limau Manis, Lu­buk Kilangan, Bungus, Cindakir, Teluk Kabung, Pau (Standplaats van een controleur 4e kl.), Koto Tangah, Tarusan, Siguntur dan Pulut-pulut.

Kedua, Afdeeling van Pariaman yang terbagi lagi menjadi Paria­man dengan V Koto, Naras (Mangguang), Pa­ria­­man (Controleur kelas 1), VII Koto Ulakan; Tiku (Controleur kelas 3), Manggopoh, Gragahan, Lubuk Basung, XII Koto; Kayutanam (Controleur kelas 3) dengan Pakandangan dan Sintuk Lubuk Alung.

Ketiga, Afdeeling Pulau Cingkuak (Controleur kelas 3) dengan Bayang, Salido, Painan, Batangkapas, Tello, Taratta, Surantiah, Kambang, Palagai, Sungaitoro, Pangisan, Air Haji dan Indrapura.

Keempat, Afdeeling Pulau-pulau Batu (Controleur kelas 4).

Kelima, Afdeeling van Padangsche Bovenlanden yang dibagi ke dalam Onderafdeelingen: a). Padang Panjang (IX Koto, XX Koto, Batipuah) dengan seorang Controleur kelas 1 di Padang Pan­jang dan seorang Controleur kelas 2 di Singkarak; b). Fort van der Capellen (Tanah Datar dan Tanjung Alam) dengan seorang Controleur kelas 1 di Fort van der Capellen dan seorang Controleur kelas 4 di Tanjung Alam; c). Fort de Kock (Agam dan VII Koto) dengan 1 Con­troleur kelas 1 di Fort de Kock dan seorang Con­troleur kelas 4 di Palupuh; d). Matua (XII Koto dan Danau-districten) dengan se­orang Controleur kelas 2 di Matua, seorang Contro­leur kelas 3 di Bambang dan seorang Contro­leur kelas 4 di Maninjau; e). Payakumbuh (Limapuluh Kota dan Halaban) de­ngan seorang Controleur kelas 1 di Payakumbuh, 1 orang Controleur kelas 3 di Halaban, 2 orang Controleur kelas 4 di Fort van den Bosch (Suliki) dan Fort Veltman (Situjuh); f). Buo (Lintau dan Koto Tujuah) dengan seorang Controleur kelas 2 di Buo dan seorang Controleur kelas 4 di Tanjuang Ambalo (Ampalu?)

II. Noordelijke Residentie atau Residentie Air Bangis, terdiri dari lima Afdeelingen.

Pertama, Afdeeling van Air Bangis (tempat kedudukan Residen).

Kedua, Afdeeling van Pasaman dan Westerlijke Ophirdistricten, dengan se­orang Controleur kelas 2 (ditempatkan di Katia­gan) dan seorang Controleur kelas 1 di Parik Batu (atau Kinali).

Ketiga, Afdeling van Natal en Tapanuli dengan seorang Controleur kelas 1 di Natal dan seorang Controleur kelas 3 di Tapa­nuli.

Keempat, Afdeeling van Mandahiling en Angkola, dengan seorang Contro­leur kelas 2 di Koto Nopan dan seorang Controleur ke­las 3 di Angkola.

Kelima, Afdeeling Rao, Bonjol en Oosterlijke Ophirdistricten, dengan seorang Controleur kelas 1 di Rao, 1 Controleur ke­las 2 di Bonjol (Kota General Cochius), 1 Controleur ke­las 3 di Talu atau Malampah, 1 Controleur kelas 4 di Lubuk Sikaping.

Dari penataan pemerintahan di atas terlihat, bahwa kawasan bagian utara mendapat porsi yang lebih banyak. Bahkan kawasan Tapanuli mulai dimasukkan dan ditata dengan rinci. Unit-unit administratif yang lebih rendah juga lebih banyak di kawasan itu. Ini tentu berhubungan dengan upaya Belanda yang masih mengejar sejumlah pemimpin Padri, yang masih aktif melakukan perlawanan di kawasan tersebut. Dan memang kenyataannya hingga tahun 1842, sejumlah perlawanan dari tokoh-tokoh Padri tetap terjadi di kawasan utara atau Mandahiling hingga Rokan Hulu (dan juga di wilayah Darek, di pedalaman Minangkabau). Bahkan, dalam sejumlah literatur dikatakan bahwa Perang Padri sesungguhnya baru berakhir tahun 1842, seiring dengan berakhirnya perlawanan Rakyat Batipuh.

Sehubungan dengan itu, sejak tahun 1837 hingga 1842 diadakan sejumlah perubahan dalam pemerintahan daerah. Hasil dari beberapa penataan itu, maka tahun 1842, Gouvernement Sumatra’s Westkust terdiri dari tiga Keresidenan dan 14 Afdeelingen, serta 88 Districten. Dengan rincian sebagai berikut: 1). Keresidenan Padangsche Benedenlanden (4 Afdeeling dan 35 District); 2). Keresidenan Padangsche Bovenlanden (3 Afdeeling dan 18 District); 3). Keresidenan Tapanuli (7 Afdeeling da 36 District).

Dari data di atas sangat terlihat, bahwa pasca-penaklukan Padri, ikhtiar utama Belanda adalah memperluas kekuasan di kawasan utara (Mandahiling dan Tapanuli, serta di kawasan pantai). Dari data di atas juga terlihat, bahwa pemerintah memperbanyak unit-unit administratif yang lebih rendah tingkatannya. Ini berarti sasaran utama penataan pemerintahan saat itu adalah untuk menegakkan rust en orde (ketertiban dan keteraturan), yang sasaran utamanya adalah penduduk biasa.  Dan dalam kenyataannya, pasca-1842, perlawanan atas nama Padri memang tidak ada lagi, dan kalau ada penataan dan perubahan pemerintahan daerah selepas tahun 1842, bisa dikatakan tidak ada kaitannya dengan anasir Padri.

Sejak usainya Perang Padri umumnya dan selepas tahun 1842 khususnya, jalannya pemerintahan daerah Sumatra Barat memang memperlihatkan arah yang berbeda. Penataan-penataan dan perubahan-perubahan yang dilaksanakan lebih banyak mengarah pada upaya pengeksploitasi ekonomi daerah. Eksploitasi ekonomi bisa dilakukan kalau adanya ketertiban dan keteraturan. Upaya penegakan rust en orde ini trnyata juga menjadi alasan diadakannya sejumlah penataan dan perubahan pemerintahan daerah selepas tahun 1842. Pemerintahan daerah Sumatra Barat, memang sebuah pemerintah yang sangat dinamis, senantiasa berubah. Bahkan bisa dikatakan bahwa daerah ini adalah salah satu daerah yang paling dinamais di Indonesia. Tidak percaya, cobalah simak tulisan-tulisan lainnya dalam blog ini.

Sumber:

ANRI Swk 125/3, Jaarlijksch Verslag van het Sumatra’s West­kust 1819-1827.

Gusti Asnan, Pemerintahan Sumatra Barat: Dari VOC hingga Reformasi. Yogyakarta: Dian Pustaka, 2006.

Kielstra, E.B., , “Sumatra’s Westkust van 1819-1825” dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, No.  36 tahun 1887, hal. 7-163.

 — , “Het Onstaan van den Padri-Oorlog” dalam Indische Militaire Tijdschrift, II, 1887, hal. 224-248.

Rusli Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan, 1981.

Stuers, H.J.J.L.de, Vestiging en Uitbreiding der Nederlan­ders ter Westkust van Sumatra (Vol. I dan II). Amster­dam: P.N. van Kampen, 1849, 1850.

Westenenk, L.C., “De Inlandsche Bestuurhoofden ter Sumatra’s Westkust” dalam Koloniaal Tijdschrift, No. 2, I & II, 1913.

Ditulis oleh Gusti Asnan

Para Pemimpin atau Kepala Bumiputra (Inlandsche Hoofden) Minangkabau pada Masa Tanam Paksa Kopi

Daerah budaya Minangkabau adalah bagian yang tidak terpisahkan dari daerah administratif Sumatra Barat, sebuah nama yang diperkenalkan pertama kali oleh kolonialis Belanda. Pada masa VOC, Minangkabau atau sebagian dari daerah budaya Minangkabau, menjadi bagian dari Hoofdcomptoir van Sumatra’s Westkust. Pada masa Hindia Belanda, Minangkabau menjadi bagian dari unit administratif setingkat Gouvernement atau Residentie yang juga memakai nama Sumatra’s Westkust. Hal yang sama juga berlaku pada masa pendudukan Jepang dan Indonesia merdeka. Pada masa Japang Minangkabau menjadi bagian dari Sumatora Nishai Kaigan Shu (Keresidenan Pantai Barat Sumatra), dan pada era republik Minangkabau menjadi bagian dari Keresidenan dan kemudian Propinsi Sumatera Barat.

Menjadi bagian dari sebuah unit administratif “modern” menyebabkan banyak aspek sosial dan politik tradisional Minangkabau yang dipengaruhi, secara langsung atau tidak, oleh sistem politik “modern” ini. Tanpa mengurangi arti dan pengaruh politik yang lain, pengaruh pemerintah Hindia Belanda bisa dikatakan sangat kuat dan mendalam memengaruhi (termasuk mengubah dan menciptakan) berbagai bentuk lembaga, unit pemerintahan, atau gelar/jabatan politik tradisional yang ada di Minangkabau. Hal ini antara lain disebabkan oleh lamanya pengaruh politik Hindia Belanda di daerah ini, masifnya kekuasaan mereka di daerah ini, dan diterimanya kekuasan mereka oleh sebagian besar warga daerah serta elit daerah ini, karena berkuasanya Belanda memberi keuntungan kepada kelompok elit ini.

Kurun pasca-Perang Padri adalah periode yang sangat penting artinya dalam proses perubahan dan keberlanjutan sistem politik tradisional Minangkabau. Pada era itu pulalah sejumlah kepala atau pejabat bumiputra Minangkabau diciptakan oleh kolonialis Belanda atau diutak-atik keberadaannya oleh penjajah Belanda. Tidak itu saja, pada saat itu pulalah aparat atau pejabat bumiputra tersebut diberi gaji oleh Belanda sehingga jabatan-jabatan politik tersebut akhirnya menjadi sesuatu yang didambakan oleh banyak orang. Literatur kolonial menamakan para kepala atau pejabat bumiputra tersebut dengan Inlandsche Bestuur (IB).

Intrusi kolonialis dalam keberadaan para kepala dan pejabat bumiputra Minangkabau pada era selepas Perang Padri ada hubungannya dengan pelaksanaan Tanam Paksa Kopi. Keberadaan para pejabat tersebut diharapkan bisa membantu pemerintah Belanda menyukseskan pelaksanaan Tanam Paksa Kopi. Menyukseskan Tanam Paksa Kopi artinya menyukseskan proses penyediaan lahan, penanaman dan perawatan kopi, pengolahan hasil panen dan mengantarkan biji-biji kopi ke gudang-gudang kopi, serta selanjutnya mendistribusikan kopi dari gudang-gudang yang berada di banyak tempat (di daerah pedalaman) ke kawasan pantai (terutama ke kota Padang).

Pemerintah kolonial melegalkan keberadaan para pejabat bumiputra Minangkabau tersebut. Tidak tanggung-tanggung, keberadaannya dibentuk dan dikukuhkan berdasarkan Besluit (Surat Keputusan) Gubernur Jendral Hindia Belanda. Besluit tersebut dikeluarkan tahun 1863, pada saat jaya-jayanya Tanam Paksa Kopi. Besluit bernomor 25 tertanggal 22 April 1863 tersebut dinamakan Vaststelling der Bezoldigingen van de Inlandsche Hoofden ter Sumatra’s Westkust. Besluit yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsche Indie 1863, No. 45 itu adalah salah satu dari sedikit informasi yang mengungkapkan banyak hal tentang keberadaan para pemimpin atau kepala-kepala penduduk bumiputra di daerah ini. Karena Gouvernement Sumatra’s Westkust juga mencakup daerah budaya Batak (Tapanuli), maka dalam tulisan ini hanya dikemukakan para kepala atau pejabat bumiputra di daerah budaya Minangkabau.

Setidaknya ada lima informasi utama yang disajikan oleh Besluit tersebut. Kelima informasi itu adalah: 1). Penamaan, penyebutan atau gelar para pemimpin/kepala-kepala penduduk bumiputra; 2). Nama-nama unit pemerintahan bumiputra di daerah ini; 3). Daerah di mana para pemimpin/kepala-kepala penduduk bumiputra berada (memerintah); 4). Sebaran para pemimpin/kepala-kepala penduduk bumiputra; 5). Gaji atau besaran gaji yang diterima oleh para pemimpin/kepala-kepala penduduk bumiputra per-tahun.

Ada delapan belas penamaan, penyebutan atau gelar para pemimpin/kepala-kepala penduduk bumiputra yang diakui (dan juga dibentuk) oleh pemerintah Hindia Belanda di daerah ini. Ke-18 penamaan, penyebutan atau gelar itu adalah: Regen, Bendahara, Penghulu (Kampung/Wijk), Penghulu Sawah, Penghulu Muara, Penghulu Kawal, Penghulu Tandil, Kepala (Kampung), Kepala (Utama), Kepala Distrik, Raja, Raja Muda, Pamuncak, Tuanku (Raja), Kepala (Orang) Melayu, Yang Dipertuan, Kepala (Tuanku) Laras, dan Penghulu Kepala.

Tidak semua pejabat yang disebut di atas mengepalai sebuah unit pemerintahan, sebab ada dari mereka yang hanya memiliki gelar namun tidak memiliki wilayah kekuasaan (unit administratif). Untuk kelompok yang disebut terakhir, pengakuan terhadap gelar dan jabatan mereka lebih didasarkan pada pengaruh tradisional (warisan) yang mereka miliki. Adapun nama-nama unit pemerintahan yang dibawahi oleh para pejabat pemegang gelar di atas antara lain: Keregenan, Kampung (Wijk), Distrik, Kelarasan, dan Nagari.

Berdasarkan Besluit di atas bisa dirincikan jumlah dan lokasi keberadaan masing-masing pejabat:

Pertama, Regen ada tiga, yaitu Regen Padang, Indrapura dan Pariaman (sebelum tahun 1863, khusus untuk Padang dan Indrapura gelar mereka adalah Hoofdregen atau Regen Kepala, yang oleh Urang Awak sering juga disebut dengan Regen Gadang)

Kedua, Bendahara ada satu, yakni di Padang.

Ketiga, Penghulu Kampung (Wijk) ada 13 dan tujuh di Padang, dua di Air Bangis, satu di Aur Kuning, Aia Gadang, Koto Baru dan Lubuk Puding.

Keempat Penghulu Sawah ada satu, yaitu di Padang.

Kelima, Penghulu Muara ada satu, ada di Padang.

Keenam, Penghulu Kawal ada satu, ada di Padang.

Ketujuh, Penghulu Tandil ada satu, ada di Padang.

Kedelapan, Kepala (Wilayah) ada tiga yaitu di Bungus, Sasak, dan Katiagan.

Kesembilan, Kepala (Utama) ada empat yaitu di Sungai Pagu.

Kesepuluh, Kepala Distrik ada empat, yaitu di Pulut-pulut, Painan, Batang Kapas dan Air Haji.

Kesebelas, Raja ada empat yaitu di Mangguang, Air Bangis, Pulau Batu, dan Batahan.

Kedua belas, Raja Muda ada satu, yaitu di Tiku.

Ketiga belas, Pamuncak ada dua, yaitu di Pilubang dan Sintuak.

Keempat belas, Tuanku ada dua yaitu di Air Bangis dan VIII Koto.

Kelima belas, Kepala (Penduduk) Melayu ada satu di Air Bangis.

Keenam belas, Yang Dipertuan ada satu, yaitu di Padang Nunang.

Ketujuh belas, Kepala (Tuanku) Laras ada sebanyak 110 orang.

Kedelapan belas, Penghulu Kepala ada sebanyak 439 orang.

Bila dikaji dengan saksama maka gelar-gelar di atas, kecuali Kepala Laras dan Penghulu Kepala, adalah gelar-gelar yang dominan dikenal dan dipergunakan di daerah rantau Minangkabau, sedangkan Gelar Kepala Laras dan Penghulu Kepala umumnya terdapat di daerah pedalaman (inti) Minangkabau. Bila diperbandingkan, maka didapat angka-angka sebagai berikut:

Afdeeling Padang ada 5 Kepala Laras, 24 Penghulu Kepala

Afdeeling Pariaman ada 11 Kepala Laras dan 71 Penghulu Kepala

Afdeeling Air Bangis dan Rao ada 16 Kepala Laras dan 11 Penghulu Kepala

Afdeeling Tanah Datar ada 27 Kepala Laras dan 106 Penghulu Kepala

Afdeeling Agam ada 26 Kepala Laras dan 123 Penghulu Kepala

Afdeeling Limapuluh Kota ada 16 Kepala Laras dan 62 Penghulu Kepala

Afdeeling XIII dan IX Koto ada 14 Kepala Laras dan 51 Penghulu Kepala.

Masing-masing pejabat mendapat gaji dari pemerintah Hindia Belanda. Besaran gaji mereka dihitung per tahun. Rincian gaji tersebut adalah:

Regen Padang sebesar f.6.000,-

Regen Indrapura dan Pariaman masing-masing sebesar f.1.200,-

Bendahara Padang sebesar f.960,-

Penghulu Kampung (Wijk) Padang sebesar f.960,-

Penghulu Sawah sebesar f.192,-

Penghulu Muara, Penghulu Kawal, dan Penghulu Tandil masing-masing sebesar f.144,-

Kepala (Wilayah) di luar Padang f.600,-

Kepala Distrik sebesar f.600,-

Raja Mangguang, Raja Muda Tiku dan Pamuncak Pilubang masing-masing sebesar f.600,- (Pamuncak Sintuak sebesar f.360,-)

Raja Air Bangis sebesar f.720,-

Penghulu Air Bangis sebesar f.720,-

Kepala (Penduduk) Melayu di Air Bangis sebesar f. 240,-,

Raja Batahan, Sasak dan Katiagan masing-masing sebesar f.240,-,

Penghulu Aur Kuning, Aia Gadang, Koto Baru, dan Lubuk Puding masing-masing sebesar f. 180,-

Yang Dipertuan Padang Nunang sebesar f.600,-

Penghulu Gadang Sungai Pagu sebesar f.480,-

Penghulu Kepala sebesar f.240,-

Kepala Laras digaji dengan empat tingkatan penggajian, yaitu sebesar f.1.200,-, f.960,-, f.600,-, f. 480,- dan f. 240,-

Dilihat dari sebaran daerah, di mana para Kepala Laras digaji dengan besaran yang berbeda, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa gaji tertinggi diperuntukkan kepada Kepala Laras di daerah-daerah penghasil utama kopi. Dalam konteks inilah sesungguhnya bisa dikatakan, bahwa pengakuan, pembentukan, hingga penggajian para pejabat bumiputra Urang Awak ini ditujukan untuk menyukseskan Tanam Paksa Kopi. Nama-nama Keregenan, Wijk, Kampung, Wilayah, Distrik, Kerajaan, Kelarasan, dan Nagari dimuat dengan lengkap dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1863, No. 45.

Seperti yang dimuat dalam tulisan lain pada blog ini, ketika produksi kopi mulai menurun dan ketika Tanam Paksa Kopi dihapuskan sebagian besar jabatan dan gelar di atas dengan segera ditiadakan dan gaji mereka juga tidak dibayarkan lagi oleh pemerintah kolonial.  Sebagai gantinya diciptakan pula pejabat-pejabat yang sesuai dengan pratik politik dan kebijaksanaan ekonomi pemerintah kolonial yang baru.

Sumber: Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1863. Batavia: Ter Land Drukkerij, 1863.

Ditulis oleh Gusti Asnan

Daerah-daerah Administratif Pemerintahan Sumatra Barat (Gouvernement Sumatra’s Westkust) Tahun 1905

Tahun 1905 memiliki arti tersendiri dalam sejarah Pemerintahan Sumatra Barat. Tahun itu adalah tahun dilakukannya “pemekaran daerah” Gouvernement Sumatra’s Westkust. “Pemekaran daerah” yang dimaksud adalah dikeluarkannya Tapanuli dari Pemerintahan Sumatra Barat, dan dijadikannya daerah itu sebagai sebuah daerah administratif setingkat Residentie (Keresidenan) yang berdiri sendiri.

Keluarnya Tapanuli menyebabkan berkurang jumlah keresidenan di Sumatra Barat. Sejak tahun itu hanya ada dua keresidenan di Pemerintahan Sumatra Barat (sebelumnya tiga). Sesuatu yang menarik adalah, reorganisasi pemerintahan tahun 1905 itu menyebabkan daerah administratif Pemerintahan Sumatra Barat nyaris identik dengan daerah budaya Minangkabau (kecuali Kepulauan Mentawai).

Ada sejumlah alasan yang berdasari pemekaran daerah pada awal ke-20 itu, dua diantaranya adalah: pertama, semakin dinamisnya perkembangan sosial, politik, ekonomi dan budaya daerah, sehingga tidak mungkin lagi dikendalikan dalam satu daerah pemerintahan, dan kedua, kebijakan ini nampaknya sebagai persiapan untuk mengakhiri keberadaan unit administratif setingkat Gouvernement di daerah ini. Dan memang benar, sekitar sepuluh tahun setelah itu status Gouvernemennt dihapuskan dari unit administratif Sumatra’s Weskust.

Reorganinasi tahun 1905 ini didasarkan pada Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indië No. 37 tertanggal 8 Augustus 1905, yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie over het Jaar 1905 No. 419.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jendral tersebut, maka unit-unit administratif yang ada di Gouvernement ini adalah Residentie, Afdeeling dan Onderafdeeling. Jumlah Residentie adalah dua, Afdeeling adalah sepuluh, dan Onderafdeeling sebanyak 25 buah. Nama-nama selengkapnya dari masing-masing unit tersebut adalah sebagai berikut:

I. De Residentie Padangsche Benedenlanden (Keresidenan Padang Hilir/Pesisir), di bawah pemerintahan langsung dari Gouverneur van Su­matra’s Westkust, dengan ibu kota Padang. Keresi­denan ini dibagi ke dalam empat Afdeelingen;

Pertama, De Afdeeling Padang en Ommelanden (Padang dan Kawasan Sekitarnya), dikepalai oleh seorang Assis­tent Resident yang juga men­jabat sebagai kepala polisi dan berkedudukan di Padang;

Kedua, De Afdeeling Painan, dikepalai oleh seorang Assis­tent Resident, dan dibagi menjadi tiga Onder­afdeelingen, yaitu:

  1. Painan, yang langsung pimpinan oleh Asis­ten Residen, yang ber­kedudukan di Painan.
  2. Air Haji, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dan berkedu­duk­an di Balai Selasa.
  3. Indrapura, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dan berke­du­duk­an di Indrapura.

Ketiga, De Afdeeling Pariaman, yang dikepalai oleh se­orang Assis­tent Resident dan dibagi ke dalam tiga Onder­afdelingen, yaitu;

  1. Pariaman, langsung di pimpinan oleh Asis­ten Residen dengan ibu kota Pariaman.
  2. Kayutanam, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang ber­kedu­duk­­an di Kayutanam.
  3. Lubuk Basung dan Tiku, di bawah pimpinan se­orang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri de­ngan ibu kota Lubuk Basung.

Keempat, De Afdeeling Air Bangis, di bawah pimpinan se­orang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dan diba­gi ke dalam dua Onderafdeelingen.

  1. Air Bangis langsung dikepalai oleh Kontrolir  dengan ibu kota Air Bangis.
  2. Batu-eilanden di bawah pimpinan seorang Civielen Ge­zag­­hebber (Penguasa Sipil), dengan ibu kota Pulau Tello.

II. De Residentie Padangsche Bovenlanden (Keresidenan Padang Darat), di bawah pimpinan seorang Residen yang ber­kedudukan di Fort de Kock (Bukittinggi) dan dibagi ke dalam enam Afdeelingen;

Pertama, Afdeeling Agam, di bawah pimpinan langsung Resi­dent Padangsche Bovenlanden dengan ibu kota Fort de Kock, dan dibagi ke dalam tiga Onder­afdeelingen:

  1. De Oud Agam, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Fort de Kock.
  2. Danaudistricten dan Matur, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Maninjau.
  3. VIII Koto, VII Lurah dan Bonjol, di bawah pim­pinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Palembayan.

Kedua, Afdeeling Limapuluh Kota, di bawah pimpinan se­orang Assistent Resident yang berkedudukan di Payakumbuh, dan dibagi ke dalam tiga Onder­afdeelingen.

  1. Payakumbuh, di bawah pimpinan langsung Assis­­ten Residen dengan ibu kota Paya­kum­buh.
  2. Puar Datar dan Mahat, di bawah pimpinan se­orang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Suliki.
  3. Boven Kampar (Kampar Hulu), di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Bangkinang.

Ketiga, De Afdeeling Tanah Datar, di bawah pimpinan lang­sung Assistent Resident, dan dibagi ke dalam lima On­der­­afdeelingen.

  1. Fort van der Capellen, langsung di bawah pim­pinan Asisten Residen dengan ibu kota Fort van der Capellen (Batusangkar).
  2. Singkarak, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Sing­karak.
  3. Lintau dan Buo, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Buo.
  4. Sawahlunto di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Sawah­­lunto.
  5. Sijunjung, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Si­jun­jung.

Keempat, De Afdeeling XIII dan IX Koto, di bawah pimpinan se­orang Assistent Resident dan dibagi menjadi empat Onder­afdeelingen.

  1. Solok langsung di bawah pimpinan Asisten Resi­­den yang ber­kedudukan di Solok.
  2. Supayang di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Ku­bung nan Duo
  3. Alahan Panjang di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Alahan Panjang.
  4. Muara Labuh di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Muara Labuh.

Kelima, De Afdeeling Batipuh dan X Koto di bawah pimpinan seorang Assistent Resident dengan ibu kota Padang Panjang, di kota ini juga ditempatkan seorang Asspirant-Controleur (Wakil Kontrolir).

Keenam, De Afdeeling Lubuk Sikaping, di bawah pimpinan se­orang Assisten Resident dan dibagi menjadi dua Onder­afdeelingen.

  1. Lubuk Sikaping dengan ibu kota Lubuk Sika­ping, di bawah pimpinan seorang Assistant Resident yang berkedudukan di Lubuk Sikaping.
  2. Ophirdistricten di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Talu.

Sumber:

Staatsblad van Nederlandsch-Indie over het Jaar 1905, No. 419.

Ditulis ulang dan diterjemahkan oleh Gusti Asnan

Daerah-daerah Administratif Pemerintahan Sumatra Barat (Gouvernement Sumatra’s Westkust) Tahun 1913

Sebagai kelanjutan dari reorganisasi tahun 1905, yakni dikeluarkannya Residentie Tapanoeli (Keresidenan Tapanuli) dari Gouvernement Sumatra’s Westkust, maka pemerintah Hindia Belanda melakukan penataan ulang terhadap Pemerintahan Sumatra Barat. Kegiatan itu dilaksanakan tahun 1913 dan didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda No. 28 tertanggal 9 April 1913. Dalam besluit yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1913 No. 321 itu ditegaskan bahwa unit administratif Residentie dihapuskan keberadaannya pada Gouvernement Sumatra’s Westkust.  Keputusan itu menyebabkan tingkatan pemerintahan di daerah itu hanya terdiri Gouvernement, Afdeeling, Onderafdeeling, dan District. Keputusan tersebut tetap menempatkan Gubernur sebagai pemimpin tertinggi di daerah itu. Namun ada yang menarik, walaupun posisi Residen tidak ada lagi, gelar Asisten Residen tetap dipakaikan untuk Kepala Afdeeling. Onderafdeeling tetap dikepalai oleh Controleur (Kontrolir) atau Civiel Gezaghebber (Penguasa Sipil). Sesuatu yang baru adalah tampilnya Districthoofd (Demang) sebagai kepala Distrik. Ini adalah pertama kali diperkenalkannya jabatan tersebut di daerah ini. Posisi ini menggantikan keberadaan Kepala Laras pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Bersamaan dengan itu juga diadakan perubahan pada jumlah daerah administratif pada tingkat Afdeeling, Onderafdeeling, dan District. Dalam reorganisasi tahun 1913 ini ada delapan Afdeelingen, 24 Onderafdeelingen, dan 52 Districten.

Berikut ini adalah nama-nama Afdeeling dan Onderafdeeling dan District yang terbentuk sebagai hasil dari reorganisasi tahun 1913.

Pertama, Afdeeling Padang, di bawah pimpinan seorang Assis­tent Resident (juga mengepalai kepolisian) de­ngan ibu kotanya Padang. Afdeeling ini dibagi menjadi tiga Onderafdeelingen:

  1. Padang, terdiri dari Distrik Tanah Tinggi, Batang Harau, Binuang, Koto Tangah, Pauh, Sungkai dan V Lurah di bawah pimpinan Asisten Residen, dan dibantu oleh seorang Controleur dari Bestuur Binnen­landsch dengan ibu kota Padang:
  2. Kepulauan Mentawai, di bawah pimpinan se­orang perwira militer (Ang­katan Darat), namun digelari Civiel Gezaghebber, dengan ibu kota Siberut;
  3. Kepulauan Batu, terdiri dari Distrik Pulau Batu, juga dipimpin oleh seorang Civiel Gezaghebber yang ditempatkan di Pulau Tello yang sekali­gus menjadi ibu kota Onderafdeelingnya.

Kedua, Afdeeling Zuid Westkust (Pantai Barat bagian Selatan), di bawah pimpinan seorang Assis­tent Resident dengan ibu kota Lubuk Begalung dan dibagi ke dalam tiga Onderafdeelingen:

  1. Padang Ommelanden (Padang dan Sekitarnya), terdiri dari Distrik Koto Tangah, Pauh dan V Lurah, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling;
  2. Painan, terdiri dari Distrik Painan dan Batang Ka­pas, berada di bawah pimpinan Kontrolir, dengan ibu kota Painan;
  3. Balai Selasa, terdiri dari Distrik VII Buah Bandar dan Indrapura, di bawah pimpinan se­orang Kontrolir dari Kementerian Dalam Negeri, dengan ibu kota Balai Selasa;

Ketiga, Afdeeling Batipuh dan Pariaman, di bawah pimpinan seorang Assistent Resident dengan ibu kota Padang Pan­jang dan dibagi menjadi dua Onder­afdeelingen;

  1. Padang Panjang, terdiri dari Distrik Padang Pan­jang dan Batipuh serta Sumpur, di bawah pimpinan Assistent Resident, Kepala Afdeeling;
  2. Pariaman, terdiri dari Distrik XII Koto, Paria­man dan Ulakan, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Pa­riaman;

Keempat, Afdeeling Agam, di bawah pimpinan seorang Assistent Resident, dengan ibu kota Fort de Kock (Bukittinggi), dan terbagi ke dalam dua Onderafdeelingen:

  1. Oud Agam, terdiri dari Distrik IV Angkat dan Tilatang, di bawah pimpinan Assistent Resident, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Fort de Kock (Bukittinggi);
  2. Maninjau, terdiri dari Distrik Matur, Danau dan Lubuk Basung, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Manijau;

Kelima, Afdeeling Lubuk Sikaping, di bawah pimpinan seorang Assistent Resident, dengan ibu kota Lubuksikaping, dan terbagi ke dalam tiga Onderafdeeling:

  1. Lubuk Sikaping, terdiri dari Distrik Lubuk Sikaping dan Rao, di bawah pimpinan Assistent Resident, Kepala Afdeeling.
  2. Ophirdistricten, terdiri dari dari Distrik Talu dan Cubadak, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Talu.
  3. Air Bangis, terdiri dari Distrik Air Bangis dan Ujung Gading, di bawah pimpinan seorang Civiel Gezaghebber (Penguasa Sipil), dengan ibu kota Air Bangis.

Keenam, Afdeeling Limapuluh Kota, di bawah pimpinan se­orang Assistent Resident dengan ibu kota Paya­kumbuh dan dibagi ke dalam 4 Onderafdeelingen:

  1. Payakumbuh, terdiri dari Distrik Payakumbuh, Ranah dan Luhak, di bawah pimpinan Assistent Resident, kepala Afdeeling
  2. Suliki, terdiri dari Distrik dengan nama yang sama, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Suliki;
  3. Bangkinang, terdiri dari Distrik Tigo Kabung Air, di bawah seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kota Bangkinang;
  4. Pangkalan Koto Baru, terdiri dari Distrik Koto Baru di bawah pimpinan seorang Civil Gezag­hebber (Penguasa Sipil) dengan ibu kota Pangkalan Koto Baru.

Ketujuh, Afdeeling Tanah Datar, di bawah pimpinan seorang Assistent Resident dengan ibu kota Sawahlunto, dan dibagi ke dalam empat Onderafdeelingen:

  1. Sawahlunto, terdiri dari Distrik Sawahlunto dan Talawi, di bawah pimpinan Assistent Resident, ke­pa­la Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Sawah­lunto.
  2. Fort van der Capellen, terdiri dari Distrik Pariangan, Saruaso, Sungaitarab, dan Lintau Batu­sangkar dan Pariangan, di bawah pimpinan se­orang Kontolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Fort van der Capellen (Batusangkar);
  3. Sijunjung, terdiri dari Distrik Koto VII dan Sijunjung, di bawah pimpinan se­orang Kontolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Sijunjung;
  4. Batang Haridistricten, terdiri dari Distrik Batanghari dan Koto Besar, di bawah pimpinan seoran Civiel Gezaghebber (Penguasa Sipil), dengan ibu kota Sitiung;

Kedelapan, Afdeeling Solok, di bawah pimpinan seorang Assistent Resident, dengan ibu kota Solok, dan terbagi menjadi tiga Onderafdeelingen:

  1. Solok dan Singkarak, terdiri dari Distrik Solok, IX Koto, dan Guguk, di bawah pimpinan Assistent-Resident, kepala Afdeeling;
  2. Alahan Panjang, terdiri dari Distrik Alahan Panjang dan Supayang, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Alahan Panjang;
  3. Muaro Labuh, terdiri dari Distrik Sungai Pagu dan XII Koto, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri, dengan ibu kota Muaro Labuh.

Sumber:

Joustra, M., Minangkabau, Overzicht van het Land, Geschiedenis en Volk. Leiden: Drkkerij Louis H. Becherer, 1923,hal. 232-3.

Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1913 No. 32. Batavia: Landsdrukkerij, 1914.

“Sumatra’s Westkust” dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (Viede Deel) (‘s-Gravenhage, Leiden: Martinus Nijhoff, E.J. Brill, 1921), hal. 225-6.

Ditulis ulang dan diterjemahkan oleh Gusti Asnan

Pemerintahan Bumiputra (Inlandsche Bestuur) di Sumatra Barat

Pemerintah kolonial Hindia Belanda, di samping memiliki aparatur pemerintahan berbangsa Eropa (Europesche Bestuur atau disingkat EB) juga memiliki barisan pegawai bumiputra (Inlandsche Bestuur disingkat IB). Dualisme pemerintahan ini berlaku di seluruh Hindia Belanda dan mulai efektif dipraktikkan sejak Hindia Belanda mengambil alih pemerintahan di kawasan ini setelah bankrutnya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dan pascainterregnum-phase pemerintahan Inggris.

Jajaran EB adalah orang-orang Belanda atau juga Eropa yang terdiri dari para pejabat tertinggi dan tinggi pemerintahan, baik pada tingkat ‘nasional’ atau daerah. Jabatan-jabatan yang mereka sandang mulai Gubernur Jendral, Gubernur, Residen, Asisten Residen, hingga Gezaghebber dan Kontrolir (yang juga terdiri dari beberapa kelas, biasanya merentang dari Kontrolir Kelas 1 s.d. 4). Barisan IB terdiri dari para pejabat bumiputra yang umumnya menduduki posisi tertinggi di berbagai daerah yang telah dikuasai. Di Sumatra Barat, beberapa jabatan yang termasuk ke dalam dan pernah menjadi bagian dari struktur IB ini adalah Hoofdregent, Regen, Kepala Laras, Penghulu Kepala, Penghulu (yang juga terdiri dari beberapa jabatan), Demang, Asisten Demang, dlsbnya. Para pejabat IB sekaligus menjadi ujung tombak kekuasaan kolonial terhadap rakyat jajahan. Para pejabat IB inilah yang akan berhubungan secara langsung dengan penduduk, merekalah kaki tangan penjajah yang berfungsi untuk menyukseskan kolonialisme pemerintah. Namun pad asaat yang besamaan, mereka juga menjadi wakil atau mewakili rakyat. Sehingga kadang-kadang mereka juga disebut sebagai ‘separo pegawai yang bekerja untuk kepen­tingan peme­rintah, separo penghulu (pemimpin masyarakat) yang dituntut juga me­mi­kirkan anak-kemenakannya).

Jenis dan jumlah IB di Sumatra Barat sangat bervariasi, sangat tergantung pada perkembangan atau dinamika sosial, ekspansi politik dan eksploitasi ekonomi, serta penetrasi budaya pemerintah di daerah ini. Bisa saja pada suatu periode jenis dan jumlahnya relatif sedikit, namun pada kurun waktu lain bisa saja ragam dan jumlahnya melonjak drastis. Pemerintah kolonial berbuat sekehendak hatinya saja dalam menciptakan atau menghapus jenis dan jumlah pejabat IB ini. Semuanya tergantung kepada kepentingan mereka.

Pada awalnya, pembentukan jajaran IB ini berhubungan erat dengan perluasan wilayah kekuasaan pemerintah Belanda, serta juga berkaitan dengan adanya dukungan dari warga daerah terhadap ekspansi politik yang mereka lakukan. Karena ini orang-orang yang diangkat menduduki jabatan tersebut adalah mereka yang nyata-nyata bekerjasama dengan kaum kolonialis serta mendukung penjajah mencaplok daerah mereka serta menguasai/mengeksploitasi warga daerah. Pada perkembangan selanjutnya, para pejabat IB adalah para aparatur yang menunjukkan kesetiaannya pada kaum kolonialis, yang dibuktikan dengan kerelaan mereka mendukung berbagai kebijakan pemerintah, terutama kebijakan ekonomi, di samping kebijakan sosial, politk dan budaya yang dijalankan pemerintah.

Keberadaan IB di Sumatra Barat diawali pada hari-hari pertama pemerintah kolonial meluaskan pengaruh politiknya ke daerah pedalaman. Pembentukan barisan pejabat IB ini dilakukan setelah tentara Belanda, yang didukung oleh anak kemenakan para penghulu yang meminta bantuan Belanda melawan kaum Padri, berhasil menguasai sejumlah daerah di pedalaman, khususnya kawasan Tanah Datar dan sebagian Agam serta sebagian Limapuluh Kota. Sebagaimana yang dinyatakan pada Provisioneel Reglement op het Binnen­landsch Bes­tuur en dat der Financien in de Residentie Padang en Onder­­hoorigheden tertanggal 4 November 1823, adapun jabatan-jabatan yang diciptakan saat itu meliputi Hoofdregent (Regen Kepala), Regent (Regen), Districthoofd (Kepala Laras), Dorfhoofd (Kepala Nagari). Pada saat itu ada dua Hoofdregent, yaitu Hoofdregent van Minangkabau dan Hoofdregent van Padang. Pada hari-hari pertama pembentukan jaringan pemerintahah tersebut, pada masing-masing Hoofdregentschap dibagi menjadi empat Keregenan (Regentchap) yang dipimpin oleh Regen. Seiring dengan semakin luasnya wilayah yang ditaklukan maka semakin banyak pejabat yang diangkat. Tidak ada informasi yang bisa dijadikan rujukan mengenai jumlah pasti regen yang pernah ada saat itu. Dari data yang dikemukakan oleh Kielstra dan Westenenk maka pada tahun 1820-an dan 30-an jumlah regen di daerah ini adalah 17, yakni Regen Padang, Pariaman, Pulau Cingkuak, Air Haji, Tanah Datar, Tanah Datar di Bawah, Agam, Lima Puluh Kota, Indrapura, Pariaman, Halaban, Batipuh, Padang Panjang, VIII Koto (Palembayan), Banuhampu (Balai Bagambar-Agam), IV Angkek (Agam), dan Sulit Air.

Seiring dengan perjalanan waktu, terutama sejak usainya Perang Padri, jumlah Regen mulai dikurangi oleh pemerintah. Tidak hanya jumlahnya, tetapi juga statusnya juga dikurangi.

Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indië No. 25 tertanggal 22 April 1863, yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jar 1863 No. 45 dinyatakan bahwa gelar Hoofdregent ditiadakan dalam struktur IB Sumatra Barat, sebagai gantinya gelar tersebut dturunkan levelnya menjadi Regent semata. Dalam ‘Daftar Pejabat Bumiputra’ yang disajikan dalam Staatsblad yang sama hanya ditemukan tiga posisi Regent di Sumatra Barat pada awal dekade ketujuh abad ke-19 itu, yakni Regent te Padang, Regent te Indrapoera, Regent te Pariaman. Pada awal abad ke-20, posisi regen ini bahkan dihapuskan dalam jajaran IB di Sumatra Barat. Regen Padang diakhiri tahun 1910 dan Regen Indrapura diakhiri tahun 1911.

Sama juga dengan keberadaan Regen, pada tahun-tahun pertama keberadaannya, jumlah Kepala Laras juga tidak diketahui dengan pasti. Namun berbeda dengan Regen, jumlah Kepala Laras semakin banyak sejak tahun 1840-an, terutama sejak tahun 1850-an. Banyaknya jumlah pejabat IB ini berhubungan erat dengan diperkenalkannya Tanam Paksa Kopi. Mereka dijadikan oleh pemerintah kolonial sebagai salah satu tenaga penggerak bagi suksesnya sistem Tanam Paksa tersebut. Pada saat jaya-jayanya Tanam Paksa Kopi, saat pemerintah mengumumkan jenis dan gaji para pejabat IB di Sumatra (sebagaimana dinyatakan dalam Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indië No. 25 tertanggal 22 April 1863, yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jar 1863 No. 45) dinyatakan ada sebanyak 129 Kepala Laras di seluruh Sumatra Barat. Adanya hubungan keberadaan Kepala dengan Tanam Paksa kopi juga terlihat dari tamatnya riwayat jabatan ini. Diakhirinya jabatan Kepala Laras hampir bersamaan waktunya dengan berakhirnya praktik Tanam Paksa Kopi di Sumatra Barat. Jabatan Kepala Laras diakhirinya tahun 1905 dan itu berarti tiga tahun sebelum diakhirinya praktik Tanam Paksa Kopi oleh pemerintah kolonial Belanda di Sumatra Barat.

Jabatan ketiga dalam barisan IB yang jumlahnya cukup banyak dan memiliki fungsi yang penting pada masa Belanda di Sumatra Barat adalah Penghulu Kepala. Jabatan ini diperkenalkan pada era Tanam Paksa Kopi dan fungsi utamanya adalah untuk membantu menyukseskan sistem eksploitasi ekonomi tersebut. Pejabat penyandang jabatan ini biasanya membawahi daerah yang umumnya terdiri dari satu atau dua nagari. Sama juga dengan jabatan Kepala Laras, pada saat diumumnya ‘Daftar Pejabat Bumiputra’ Sumatra Barat tahun 1863, jumlah Penghulu Kepala di seluruh Sumatra Barat adalah sebanyak 503 orang.

Jabatan keempat dalam struktur IB di Sumatra Barat adalah Kepala Nagari. Posisi ini telah ada sejak barisan IB pertama kali diperkenalkan (berbeda dengan Hoofdregent, Regent dan Districthoofd atau Kepala Laras). Kepala Nagari sesungguhnya adopsi langsung oleh pemerintah Hindia Belanda dari sistem pemerintahan tradisional Minangkabau. Jabatan ini telah ada dan dikenal Uran Awak jauh sebelum Belanda menguasai daerah ini. Namun, walaupun demikian, ada sejumlah perubahan yang dilakukan oleh kaum kolonialis. Kepala Nagari tersebut tidak lagi sepenuhnya dipilih oleh anak nagari, tetapi ada, bahkan banyak, yang diangkat oleh pemerintah. Tidak hanya itu, dalam sejarah keberadaannya, ada banyak nagari yang dibuat atau dibubarkan oleh pemerintah. Sama dengan Kepala Laras dan Penghulu kepala, peran Kepala Nagari juga terlihat sangat penting pada era Tanam Paksa Kopi. Walaupun pernah mencapai jumlah hampir mencapai 600 buah pada tahun 1860-an dan 1870-an, namun karena sifatnya yang fluktuatif, maka selama keberadaannya, jumlah Kepala Nagari berada pada kisaran 500-an buah pertahun atau per periode reorganisasi pemerintaan daerah.

Satu lagi jabatan lain yang sangat penting perannya dalam sistem Tanam Paksa Kopi (namun tidak tercantum dalam struktur IB) adalah Penghulu Suku Rodi. Jabatan ini sangat penting artinya dalam menyukseskan Tanam Paksa Kopi. Dialah yang mengerahkan warga masyarakat untuk mengolah tanah, menanam kopi dan merawat kebun, memetik kopi dan mengolah, serta membawanya ke gudang-gudang kopi. Suksesnya Tanam Paksa Kopi sesungguhnya sangat tergantung pada keberadaan Penghulu Suku Rodi ini. Karena itu dibutuhkan banyak Penghulu Suku Rodi. Pada saat jaya-jaya Tanam Paksa Kopi, Westenenk menyebut jumlahnya mencapai 1.500 orang.

Di samping jabatan-jabatan utama ini, juga ada sejumlah pejabat lain yang juga diakui oleh pemerintah kolonial Belanda (tertera dalam Besluit Gubernur Jendral sebagai ‘pejabat’ bumiputra yang diberi gaji). Adapun jabatan yang yang dimaksud adalah Bandharo, Penghulu, Kepala Distrik, Raja, Raja Muda, Pamuncak, dan Jang Dipertuan. Hampir kesemua gelar (Jabatan) yang disebut terakhir umumnya terdapat di daerah pantai dan rantau (daerah pinggiran daerah daerah budaya Minangkabau).

Posisi Hoofdregent, Regen, Kepala Laras, Penghulu Kepala, Kepala Nagari, Penghulu, dan Suku Rodi, serta berbagai jabatan lain yang disebut di atas, diisi oleh sosok-sosok yang secara tradisional memang memiliki ‘darah biru’, mereka adalah keturunan raja atau penghulu. Secara tradisi mereka memang mewarisi hak sebagai pemimpin di tengah masyarakatnya. Tidak hanya itu, jabatan tersebut berhak pula mereka wariskan kepada anak atau kemenakan mereka.

Namun, dalam praktiknya, ‘darah’ dan hak waris tidak menjadi jaminan. Kunci terpenting untuk mendapatkan jabatan itu adalah kepatuhan dan kesetiaan kepada penjajah. Karena itu, bila ada pengkhianatan, maka jabatan bisa hilang. Jabatannya dibatalkan, pejabatnya ditangkap dan dibuang, jabatannya tidak boleh diwariskan kepada anak atau kemenakan, jaginya dihentikan, dlsbnya. Umumnya jabatan yang pernah hilang tidak akan pernah dipulihkan kembali, walaupun kemudian sang pejabat meminta maaf dan menegaskan kesetiaannya. Ada banyak kasus seperti ini dalam perjalanan sejarah para pegawai IB di daerah ini.

Walaupun hampir semua pejabat IB adalah kaum penghulu, ada juga kalangan agama (seorang haji) yang diangkat menjadi Kepala Laras, yaitu Kepala laras IV Angkek, Onderafdeelng Oud Agam pada awal dasawarsa 1870-an. Pengangkatan kalangan agama ini sempat menjadi isu dan heboh di pemerintah Sumatra Barat. Kaum penghulu adalah kelompo masyarakat yang paling lantang suaranya memprotes pengangkatan haji ini menjadi pejabat IB.

Sesuatu yang pasti adalah bahwa para pejabat IB tersebut mendapat imbalan (gaji) serta berbagai fasilitas dari pemerintah. Gaji yang paling tinggi diperoleh oleh Hoofdregent (antara f.300 s.d. f.500,-) per bulan. Kemudian menyusul Regent (f.100,-), Kepala Laras (f.50 s.d. f.80,-), Penghulu Kepala (f.20 s.d. 30,-), Kepala Nagari (f.12 s.d. f20,-) dan seterusnya.

Memasuki abad ke-20 terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam struktur pemerintah IB di Sumatra Barat. Seperti yang disebut sebelumnya, hampir semua jabatan IB yang dikemukakan sebelumnya diakhiri keberadaannya. Sebagai gantinya, pemerintah Hindia Belanda menghadirkan jabatan Demang dan Asisten Demang serta ‘merevitalisasi’ Kepala Nagari (Wali Nagari). Demang dan Asisten Demang adalah jabatan yang dikaitkan dengan pendidikan atau keahlian penyandangnya. Jabatan ini tidak lagi didapat melalui warisan yang diturunkan dari ayah ke anak atau dari mamak ke kemenakan (seperti yang berlaku pada semua posisi atau jabatan yang disebut sebelumnya). Perbedaan lain dari keberadaan posisi Demang atau Asisten Demang ini dengan jabatan-jabatan yang disebut sebelumnya adalah jumlah yang yang jauh lebih sedikit. Ketika pertama kali dibentuk (1913) jumlahnya hanya sebanyak 47 orang. Jumlah ini kemudian diciutkan lagi menjadi 20 orang pada tahun 1935.

Jabatan lain yang mendapat perhatian utama oleh pemerintah Belanda pada awal abad ke-20 adalah Kepala Nagari. Posisi ini nampaknya betul-betul diharapkan pemeringah sebagai ujung tombak kekuasaannya di Sumatra Barat. Sehubungan dengan itu pemerintah kolonial menata dengan serius keberadaan jabatan ini dan tentu saja keberadan unit administratif nagari. Dalam kaitan dengan itulah bisa dipahami lahirnya Nagari Ordonantie di Sumatra Barat tahun 1914 (yang diringi dengan munculnya sejumlah kajian tentang pemerintahan dan keberadaan nagari), serta lahirnya IGOB (Inlandsche Gemeente Ordonantie Buitengewesten) atau Peraturan Nagari (Daerah) Otonom di Luar Jawa dan Madura tahun 1935. Melalui kedua produk hukum ini, pemerintah kolonial betul-betul ingin memanfaatkan Kepala Nagari sebagai aparat yang akan membantunya menyukseskan berbagai program yang dia rancang.

Sumber:

ANRI Swk 125/3, Jaarlijksch Verslag van het Sumatra’s West­kust 1819-1827.

Kielstra E.B. , “Sumatra’s Westkust Sedert 1850” dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, No.  41 tahun 1892, hal. 254-330; 622-706.

Kielstra E.B. , “Sumatra’s Westkust van 1836-1840” dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, No.  39 tahun 1890, hal. 127-21; 263-348.

Kielstra E.B. , “Sumatra’s Westkust van 1833-1835” dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, No.  38 tahun 1889, hal. 467-514.

Kielstra E.B. , “Sumatra’s Westkust van  1826-1832” dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, No.  37, tahun 1888, hal. 216-380.

Kielstra E.B. , “Sumatra’s Westkust van 1819-1825” dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie, No.  36 tahun 1887, hal. 7-163.

Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jar 1863 No. 45. Batavia: Landsdruukerij, 1863.

Westenenk, L.C. “De Inlandsche Bestuurhoofden ter Sumatra’s Westkust” dalam Koloniaal Tijdschrift, No. 2, I & II, 1913.

Ditulis oleh Gusti Asnan

Penggabungan Kerinci Ke Dalam Keresidenan Sumatra Barat Tahun 1922

Berdasarkan Surat Keputusan (Besluit) Kerajaan No. 66 tertanggal 3 November 1921 dinyatakan bahwa Kerinci digabungkan dengan Keresidenan Sumatra Barat Barat. Pada pasal 1 Besluit yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1921, No. 798 itu ditegaskan bahwa “wilayah yang menjadi bagian dari Afdeeling Kerintji dikeluarkan dari Keresidenan Jambi (Residentie Djambi) dan dimasukkan ke dalam Keresidenan Sumatra Barat (Residentie Sumatra’s Westkust)”.

Penggabungan itu efektif berlaku tanggal 1 Januari 1922. Pemberlakuan ini dikemukakan dalam Surat Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda No. 2 tertanggal 29 Desember 1921. Besluit Gubernur Jendral tentang waktu efektif penggabungan Afdeeling Kerinji ke Residentie Sumatra’s Westkut tersebut dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1921, No. 799.

Sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda No. 3, tertanggal 29 Desember 1921, segera setelah digabungkan dengan Keresidenan Sumatra Barat, Kerinci dimasukkan ke dalam Afdeeling Painan dengan status Onderafdeeling (Onderafdeeling Kerinci). Besluit Gubernur Jendral tentang status administratif Kerinci dalam Keresidenan Sumatera Barat ini dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1921, No. 900. Sebagaimana dinyatakan dalam besluit tersebut, Kerinci berada di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sungai Penuh. Besluit Gubernur Jendral ini juga mengatur berbagai hal lain berkenaan dengan para jumlah pegawai (Kontrolir, Klerk atau Juru Tulis), Demang, Asisten Demang, penggajian pegawai, polisi, tentara, dlsbnya, baik yang ada di Kerinci, Afdeeling Painan, Keresiden Sumatra Barat dan Keresidenan Jambi sebagai akibat perubahan tersebut.

Dikeluarkannya Kerinci dari Jambi memiliki arti berkurangnya wilayah Keresidenan Jambi, berkurangnya jumlah pegawai (Belanda atau bumiputera) di Jambi, berkurangnya jumlah polisi dan tentara di Jambi, berkurangnya anggaran pendapatan dan belanja Jambi, dlsbnya. Di kalangan warga (elit) Kerinci sendiri, dikeluarkannya Kerinci dari Jambi sering dipahami dengan ‘turun’nya status administratif Kerinci, dari setingkat afdeeling ke onderafdeeling yang diiringi dengan pengurangan-pengurangan lainnya. Tidak itu saja, digabungkannya Kerinci ke dalam Keresidenan Sumatra juga sering dipandang oleh elit Kerinci sebagai penempatan Kerinci pada posisi ‘pinggiran’ dalam wilayah Sumatra Barat, pengabaian Kerinci bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Sumatra Barat, dlsbnya.

Sejarah administratif Kerinci diawali dengan penaklukan daerah tersebut oleh pemerintah Hindia Belanda pada wal abad ke-20. Segera setelah penaklukan tersebut, Kerinci dipimpin oleh seorang Asisten Residen dan menjadi bagian dari Gouvernement Sumatra’s Westkust. Sejak tahun 1906 Kerinci digabungkan dengan Jambi yang saat itu berstatus sebagai sebuah Afdeeling dalam Residentie Palembang. Keputusan ini berdasarkan Besluit Kerajaan No. 54 tanggal 1 Februari 1906, dan keputusan ini juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1906 No. 187. Seiring dengan keputusan tersebut, dinyatakan bahwa Kerinci memiliki status sebagai sebuah Onderafdeeling dan menjadi bagian dari Afdeeling Djambische Bovenlanden. Onderafdeeling Kerintji terdiri dari dua Distrik, yakni Distrik Delapan Helai Kain dan Distrik Tiga Helai Kain. Di samping itu juga ada dua Mendapo Otonom, yaitu Sanggaran Agung dan Dusun Lolo. Onderafdeeling Kerintji dipimpin oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sanggaran Agung. Keputusan ini tertera dalam Keputuan Gubernur Jendral Hindia Belanda No. 31, tertanggal  22 Mei 1906 yang juga dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1906 No. 261.

Sejak tahun 1913 status administratif Kerinci ditingkat menjadi Afdeeling. Dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1913 No. 241 dinyatakan bahwa Residentie Djambi dibagi menjadi tujuh afdeeling, dan salah satu di antaranya adalah Afdeeling Kerinci. Afdeeling ini dipimpin oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri dengan ibu kotanya Sungai Penuh. Afdeeling ini dibagi menjadi dua distrik, yaitu Kerinci Ulu (sebelumnya bernama Salapan Helai Kain) dengan ibu kotanya Sungai Penuh dan Kerinci Ilir (sebelumnya bernama Tiga Helai Kain) dengan ibu kotanya Sanggaran Agung. Masing-masing distrik dipimpin oleh seorang Kepala Distrik.

Dalam status Afdeeling inilah Kerinci digabungkan ke Keresidenan Sumatra Barat dan diturunkan statusnya menjadi Onderafdeeling.

Seperti disebutkan di atas, ada banyak penilaian yang muncul di kalangan elit Jambi dan Kerinci sehubungan dengan penggabungan Kerinci  ke dalam Residentie Sumatra’s Westkust. Apa pun penilaian yang diberikan, baik dalam konteks Jambi secara umum atau Kerinci secara khusus, yang jelas, menurut Batavia, penggabungan Kerinci ke Keresidenan Sumatra Barat dikatakan telah melalui pengkajian yang cukup cermat dan dengan berbagai pertimbangan (sosial, politik, ekonomi, dan budaya) yang saksama. Dan penggabungan Kerinci ke Keresidenan Sumatra Barat tersebut diputuskan dengan dasar hukum (surat keputusan/besluit) yang sangat kuat dan dinyatakan dalam Lembaran Negara Hindia Belanda.

Sumber:

“Djambi’ dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (Tweede Deel) (‘s-Gravenhage, Leiden: Martinus Nijhoff, E.J. Brill, 1918), p. 613-614.

“Kerintji’ dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (Achtste Deel) (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1939), p. 195.

“Koerintji” dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (Eerste Deel) (‘s-Gravenhage, Leiden: Martinus Nijhoff, E.J. Brill, 1917), p. 613.

Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1906 (Batavia: Landsdrukkerij, 1907).

Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1913 (Batavia: Landsdrukkerij, 1914).

Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1921 (Batavia: Landsdrukkerij, 1922).

Tijdeman, J., Djambi. Amsterdam: De Bussy, 1938.

Ditulis oleh Gusti Asnan.

Daerah-Daerah Administratif Keresidenan Sumatra Barat (Residentie Sumatra’s Westkust) Tahun 1929

Sebagaimana tercantum dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1929, No. 162, Residentie Sumatra’s Westkust (Keresidenan Sumatra Barat) dibagi menjadi enam afdeeling:

Pertama, Afdeeling Padang, di bawah pimpinan Asisten Residen, dengan ibu kota Padang, dan terbagi ke dalam tiga onderafdeeling, yaitu:

  1. Padang, terdiri dari Distrik Padang dan Lubuk Begalung, dan Distrik Lubuk Begalung terbagi ke dalam Onderdistrik Lubuk Begalung, Pauh dan Koto Tengah, di bawah  pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Padang;
  2. Pariaman, terdiri dari Distrik Pariaman dan Lubuk Alung, terbagi ke dalam onderdistrik Pariaman dan Sungai Limau, termasuk Lubuk Alung dan Kayutanam, VII Koto, dibawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Pariaman;
  3. Kepulauan Mentawai, di bawah pimpinan seorang pejabat pada Kementrian Dalam Negeri atau seorang perwira dengan gelar penguasa, yang berkedudukan di Muara Siberut;

Kedua, Afdeeling Kerinci-Painan, di bawah pimpinan seorang Asisten Residen, dengan ibu kota Sungai Penuh, dan terbagi ke dalam dua onderafdeeling:

  1. Kerinci-Indrapura, terdiri dari Distrik Kerinci dan Indrapura, Distrik Kerinci terbagi ke dalam Onderdistrik Kerinci Tengah, Kerinci Hulu dan Kerinci Hilir, di bawah pimpian Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri;
  2. Painan, terdiri dari Distrik Painan, terbagi ke dalam Onderdistrik Balaiselasa, Painan, Tarusan dan Batang Kapas, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Painan ;

Ketiga, Afdeeling Agam, dipimpin oleh seorang Asisten Residen, dengan ibu kota Bukittinggi (Fort de Kock), dan terbagi ke dalam empat onderafdeeling, yaitu:

  1. Agam Tua (Oud Agam), terdiri dari Distrik Bukittinggi dan Tilatang IV Angkat, terbagi ke dalam Onderdistrik Bukittinggi, Sarik dan IV Koto, termasuk Tilatang, Kamang Baso dan IV Angkat Candung, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri, berkedudukan di Bukittingi (Fort de Kock);
  2. Maninjau, terdiri dari Distrik Maninjau, terbagi ke dalam Onderdistrik Maninjau, Palembayan, Matur dan Lubuk Basung, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Maninjau;
  3. Lubuk Sikaping, terdiri dari Distrik Lubuk Sikaping, terbagi ke dalam Onderdistrik Lubuk Sikaping, Bonjol dan Rao-Mapat Tunggul, di bawah pimpinan seorang pejabat Kementrian Dalam Negeri, yang berkedudukan di Lubuk Sikaping;
  4. Ophir, terdiri dari Distrik Talamau dan Airbangis, terbagi ke dalam Onderdistrik Talamau dan Pasaman, termasuk Air Bangis dan Ujung Gading, d ibawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Talu;

Keempat, Afdeeling Limapuluh Kota, dipimpin oleh seorang Asisten Residen, dengan ibu kota Payakumbuh, dan terbagi ke dalam tiga onderafdeeling, yaitu:

  1. Payakumbuh, terdiri dari Distrik Payakumbuh, terbagi ke dalam Onderdistrik Payakumbuh, Luhak, Tanjung Pati dan Koto Baru-Sialang, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Payakumbuh ;
  2. Suliki, terdiri dari Distrik Suliki, terbagi ke dalam Onderdistrik Suliki, Kota Lawas dan Guguk, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Suliki;
  3. Bangkinang, terdiri dari Distrik Bangkinang, terbagi ke dalam Onderdistrik Bangkinang dan XIII Koto Kampar, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Bangkinang ;

Kelima, Afdeeling Tanahdatar, dipimpin oleh seorang Asisten Residen, dengan ibu kota Padang Panjang, dan terbagi ke dalam tiga onderafdeeling, yaitu:

  1. Batipuh dan X Koto, terdiri dari Distrik Batipuh dan X Koto, terbagi ke dalam Onderdistrik X Koto dan  Batipuh, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Padang Panjang;
  2. Batu Sangkar (Fort van der Capellen), terdiri dari Distrik Batu Sangkar dan Pariangan, terbagi ke dalam Onderdistrik Batu Sangkar, Saruaso, Salimpaung dan Buo, termasuk V Kaum, Pariangan dan Sungai Tarab, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Batu Sangkar (Fort van der Capellen);
  3. Sijunjung, terdiri dari Distrik Sijunjung dan Batanghari, terbagi ke dalam Onderdistrik Sijunjung, Lubuk Tarab, Kota VII dan Sungai Betung, termasuk Batanghari dan Koto Besar, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sijunjung.

Keenam, Afdeeling Solok, dipimpin oleh seorang Asisten Residen, dengan ibu kota Sawahlunto, dan terbagi ke dalam empat onderafdeeling, yaitu:

  1. Sawahlunto, terdiri dari Distrik Sawahlunto, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sawahlunto;
  2. Solok, terdiri dari Distrik Solok, terbagi ke dalam Onderdistrik Solok, Talang, Singkarak dan Sulit Air, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Solok;
  3. Alahanpanjang, terdri dari Distrik Alahan Panjang, terbagi ke dalam Onderdistrik Alahan Pandjang dan Supayang, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Alahanpanjang;
  4. Muaralabuh, terdiri dari Distrik Muaralabuh, terbagi ke dalam Onderdistrik Muaralabuh dan Lubukgadang, di bawah pimpinan seorang Kontrolir pada Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Muaralabuh ;

Sumber: Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1929 (Batavia: Landsdrukkerij, 1933).

Disalin ulang dan diterjemahkan oleh Gusti Asnan

Daerah-daerah Administratif Keresidenan Sumatra Barat (Residentie Sumatra’s Westkust) Tahun 1935

Sebagaimana tercantum dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1935, No. 450, Residentie Sumatra’s Westkust (Keresidenan Sumatra Barat) dibagi menjadi lima afdeeling:

Pertama, Afdeeling Pesisir Bagian Selatan, di bawah pimpinan seorang Asisten Residen, dengan ibu kotanya Padang, dan terbagi ke dalam empat onderafdeeling, yaitu:

  1. Padang, terdiri dari Distrik Padang yang terbagi ke dalam Onderdistrik Lubuk Begalung dan Pauh-Kota Tengah, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Padang;
  2. Kerinci-Indrapura, terdiri dari Distrik Kerinci, yang terbagi ke dalam Onderdistrik Kerinci Tengah, Kerinci Hulu dan Kerinci Hilir, serta Onderdistrik Otonom Indrapura, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sungai Penuh;
  3. Painan, terdiri dari Distrik Painan,  yang terbagi lagi ke dalam Onderdistrik Bayang-Painan, Tarusan, Batang Kapas dan Balai Selasa, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Painan; 
  4. Kepulauan Mentawai, di bawah pimpinan seorang Perwira Militer (Angkatan Darat) dengan gelar Penguasa Sipil atau setingkat Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Muara Siberut.

Kedua, Afdeeling Tanah Datar, di bawah pimpinan seorang Asisten Residen, dengan ibu kotanya Padang Panjang, dan terbagi ke dalam tiga onderafdeeling, yaitu:

  1. Batipuh dan X Koto, terdiri dari Distrik Batipuh dan X Koto, dan dibagi lagi ke dalam Onderdistrik X Kto dan Batipuh, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Padang Panjang;
  2. Batu Sangkar (Fort van der Capellen), terdiri dari Distrik Batu Sangkar-Pariangan, yang terbagi lagi ke dalam Onderdistrik Pagaruyung, Salimpaung, Buo, Sungai Tarab, V Kaum dan Pariangan, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Batu Sangkar (Fort van der Capellen);
  3. Pariaman, terdiri dari Distrik Pariaman, yang terbagi lagi ke dalam Onderdistrik Pariaman dan Sungai Limau, serta Distrik Lubuk Alung yang terbagi ke dalam Onderdistrik Lubuk Alung dan Kayu Tanam-VII Koto, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Pariaman.

Ketiga, Afdeeling Agam, di bawah pimpinan seorang Asisten Residen, dengan ibu kotanya Bukittinggi (Fort de Kock), dan terbagi ke dalam empat onderafdeeling, yaitu:

  1. Agam Tua (Oud Agam), terdiri dari Distrik Bukittinggi, yang terbagi ke dalam Onderdistrik Sarik-Bukittinggi dan IV Koto, termasuk Distrik Tilatang-IV Angkat, yang terbagi ke dalam Onderdistrik Tilatang, Kamang-Baso dan IV Angkat-Candung, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, dibantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Bukittinggi (Fort de Kock);
  2. Maninjau, terdiri dari Distrik Maninjau, yang terbagi lagi ke dalam Onderdistrik Maninjau, Palembayan-Matur dan Lubuk Basung, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Maninjau;
  3. Lubuk Sikaping, terdiri dari Distrik Lubuk Sikaping, yang terbagi ke dalaman Onderdistrik Lubuk Sikaping, Bonjol dan Rao-Mapat-Tunggul, di bawah pimpinan seorang penguasa atau pejabat setingkat Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Lubuk Sikaping;
  4. Ophir, terdiri dari Distrik Talamau, terbagi ke dalam Onderdistrik Talamau dan Pasaman, termasuk Onderdistrik Otonom Air Bangis, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Talu.

Keempat, Afdeling Limapuluh Kota, di bawah pimpinan seorang Asisten Residen, dengan ibu kotanya Payakumbuh, dan terbagi ke dalam tiga onderafdeeling, yaitu:

  1. Payakumbuh, terdiri dari Distrik Payakumbuh, dan terbagi ke dalam Onderdistrik Payakumbuh, Tanjung Pati, Koto Baru-Sialang dan Luhak, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeling, dibantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Payakumbuh;
  2. Suliki, terdiri dari Distrik Suliki, terbagi ke dalam Onderdistrik Suliki dan Guguak, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Suliki;
  3. Bangkinang, terdiri dari Distrik Bangkinang, terbagi ke dalam Onderdistrik Bangkinang dan XIII Koto-Kampar, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementerian Dalam Negeri yang berkedudukan di Bangkinang.

Kelima, Afdeeling Solok, di bawah pimpinan seorang Asisten Residen, dengan ibu kotanya Sawah Lunto, dan terbagi ke dalam lima onderafdeeling, yaitu:

  1. Sawahlunto, terdiri Distrik Sawahlunto, di bawah pimpinan Asisten Residen, Kepala Afdeeling, di bantu oleh seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sawahlunto;
  2. Solok, terdiri dari Distrik Solok, terbagi ke dalam Onderdistrik Solok, Talang, Singkarak dan Sulit Air, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Solok;
  3. Alahan Panjang, terdiri dari Distrik Alahan Panjang, terbagi ke dalam Onderdistrik Alahan Pandjang dan Supayang, di bawah pimpinan seorang penguasa atau pejabat Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan Alahan Pandjang;
  4. Muara Labuh, terdiri dari Distrik Muara Labuh, terbagi ke dalam Onderdistrik Muara Labuh dan Lubuk Gadang, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Muara Labuh;e. Sijunjung, terdiri dari Distrik Sijunjung, terbagi ke dalam Onderdistrik Sijunjung, Tanjung Gadang dan Kota VII, termasuk Onderdistrik Otonom Batanghari, di bawah pimpinan seorang Kontrolir dari Kementrian Dalam Negeri yang berkedudukan di Sijunjung.

Sumber: Staatsblad van Nederlandsch Indie over het Jaar 1935 (Batavia: Landsdrukkerij, 1935).

Ditulis ulang dan diterjemahkan oleh Gusti Asnan.